Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menganalisis keterlibatan pihak lain dalam dugaan rasuah pengadaan Helikopter AW-101 usai vonis terdakwa sekaligus Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway dibacakan. Banyak saksi di kasus itu mangkir dari panggilan hakim.
"Adapun mengenai saksi-saksi yang kemudian dipanggil dan tidak bisa hadir baik itu dengan sengaja misalnya ataupun kemudian ada hal lain tentu berikutnya kami akan analisis nantinya," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
Ali belum bisa memerinci lebih lanjut analisis yang akan dilakukan KPK. Lembaga Antirasuah itu mau mendengarkan kesimpulan hakim untuk memproses pihak lain dalam kasus tersebut.
"Kita lihat dulu pertimbangan majelis hakim seperti apa terkait dengan perkara ini, berikutnya kami lakukan analisis begitu ya, tentang keterlibatan pihak lain misalnya, tentang dugaan peran-peran pihak lain yang signifikan terkait dengan uraian terdakwa saat ini, tentu kami akan ke sana," ujar Ali.
Sebelumnya, John Irfan Kenway menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, 30 Januari 2023. Dia dituntut penjara 15 tahun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda Rp1.000.000.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suheanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 30 Januari 2023.
Pidana denda itu wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, hukuman penjaranya bakal ditambah selama enam bulan.
Selain itu, jaksa juga meminta hakim memberikan pidana pengganti kepada John sebesar Rp177.712.972.054,60. Pidana pengganti itu juga wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) bakal menganalisis keterlibatan pihak lain dalam dugaan
rasuah pengadaan Helikopter AW-101 usai
vonis terdakwa sekaligus Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway dibacakan. Banyak saksi di kasus itu mangkir dari panggilan hakim.
"Adapun mengenai saksi-saksi yang kemudian dipanggil dan tidak bisa hadir baik itu dengan sengaja misalnya ataupun kemudian ada hal lain tentu berikutnya kami akan analisis nantinya," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu, 22 Februari 2023.
Ali belum bisa memerinci lebih lanjut analisis yang akan dilakukan KPK. Lembaga Antirasuah itu mau mendengarkan kesimpulan hakim untuk memproses pihak lain dalam kasus tersebut.
"Kita lihat dulu pertimbangan majelis hakim seperti apa terkait dengan perkara ini, berikutnya kami lakukan analisis begitu ya, tentang keterlibatan pihak lain misalnya, tentang dugaan peran-peran pihak lain yang signifikan terkait dengan uraian terdakwa saat ini, tentu kami akan ke sana," ujar Ali.
Sebelumnya, John Irfan Kenway menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, 30 Januari 2023. Dia dituntut penjara 15 tahun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda Rp1.000.000.000," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suheanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 30 Januari 2023.
Pidana denda itu wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, hukuman penjaranya bakal ditambah selama enam bulan.
Selain itu, jaksa juga meminta hakim memberikan pidana pengganti kepada John sebesar Rp177.712.972.054,60. Pidana pengganti itu juga wajib dibayarkan dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)