medcom.id, Jakarta: Kesaksian Wakil Presiden Boediono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, berakhir Jumat (9/5/2014) malam. Di akhir kesaksiannya, Boediono membacakan pidato penutup tentang kesaksiannya terkait kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan bank gagal bedampak sistemik untuk Bank Century. Pidato Wapres disambut tepukan tangan pengunjung sidang.
Boediono membacakan pesan yang ditulis dalam secarik kertas HVS. Sembari berdiri di depan majelis hakim, Boediono mengaku memenuhi panggilan sebagai saksi dengan tujuan untuk ikut menemukan keadilan atas kasus Bank Century yang sudah menjadi perhatian publik selama lima tahun.
RI 2 pun menegaskan, dalam negara demokrasi, siapa saja memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Karenanya, mantan Gubernur Bank Indonesia itu merasa kesaksiannya penting untuk menyampaikan fakta yang selama ini tidak sempat diluruskan, khususnya terkait krisis ekonomi di Indonesia pada 2008.
"30 tahun saya di dunia perekonomian bangsa, saya tidak punya keraguan sama sekali (dengan krisis ekonomi 2008-red). Mulai September 2008, Indonesia tersedot dalam pusaran krisis dunia. Krisis itu, fakta diketahui umum," ujarnya.
Fakta itu, kata Boediono, tercermin dari sibuknya pemerintah untuk memutus dampak krisis lebih besar. Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adakan rapat untuk menanggulangi dampak krisis.
Yang paling ketara, lanjut lelaki 71 tahun itu, negeri tetangga buru-buru memberi jaminan penuh terhadap berbagai sektor karena kekhawatiran besar adanya dampak sistemik. Tapi, Indonesia malah tidak menjalankan hal itu.
Nihilnya penjaminan penuh berbagai sektor, maka Indonesia menjalankan satu-satunya cara yakni menjaga agar tidak ada bank yang jatuh pada masa itu.
"Seringkali keputusan harus diambil segera untuk meminimumkan korban dan kerusakan, untuk menghindari krisis yang datang. Kebijakan FPJP dan PMS (penyertaan modal sementara) dilandasi iktikad baik ekonomi dan perbankan. Dua kebijakan itu diambil berdasar undang-undang yang sah. Proses pengambilannya berdasarkan pertimbangan komprehensif dan objektif," tuturnya.
Mantan Menteri Keuangan itu menambahkan, bila ada pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan FPJP untuk kepentingan pribadi atau tertentu, ditindak tegas dengan hukum. Ia juga berharap pejabat tidak ragu mengambil kebijakan sulit dalam keadaan mendesak.
"Apabila ada pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi, tindakan hukum harus tegas diambil, dalam era ini krisis dapat datang sewaktu-waktu, saya harap pejabat tidak ragu mengambil kebijakan sulit dalam suasana yang mendesak selama itu untuk kepentingan bangsa dan negara," tutupnya.
medcom.id, Jakarta: Kesaksian Wakil Presiden Boediono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, berakhir Jumat (9/5/2014) malam. Di akhir kesaksiannya, Boediono membacakan pidato penutup tentang kesaksiannya terkait kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan bank gagal bedampak sistemik untuk Bank Century. Pidato Wapres disambut tepukan tangan pengunjung sidang.
Boediono membacakan pesan yang ditulis dalam secarik kertas HVS. Sembari berdiri di depan majelis hakim, Boediono mengaku memenuhi panggilan sebagai saksi dengan tujuan untuk ikut menemukan keadilan atas kasus Bank Century yang sudah menjadi perhatian publik selama lima tahun.
RI 2 pun menegaskan, dalam negara demokrasi, siapa saja memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Karenanya, mantan Gubernur Bank Indonesia itu merasa kesaksiannya penting untuk menyampaikan fakta yang selama ini tidak sempat diluruskan, khususnya terkait krisis ekonomi di Indonesia pada 2008.
"30 tahun saya di dunia perekonomian bangsa, saya tidak punya keraguan sama sekali (dengan krisis ekonomi 2008-red). Mulai September 2008, Indonesia tersedot dalam pusaran krisis dunia. Krisis itu, fakta diketahui umum," ujarnya.
Fakta itu, kata Boediono, tercermin dari sibuknya pemerintah untuk memutus dampak krisis lebih besar. Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adakan rapat untuk menanggulangi dampak krisis.
Yang paling ketara, lanjut lelaki 71 tahun itu, negeri tetangga buru-buru memberi jaminan penuh terhadap berbagai sektor karena kekhawatiran besar adanya dampak sistemik. Tapi, Indonesia malah tidak menjalankan hal itu.
Nihilnya penjaminan penuh berbagai sektor, maka Indonesia menjalankan satu-satunya cara yakni menjaga agar tidak ada bank yang jatuh pada masa itu.
"Seringkali keputusan harus diambil segera untuk meminimumkan korban dan kerusakan, untuk menghindari krisis yang datang. Kebijakan FPJP dan PMS (penyertaan modal sementara) dilandasi iktikad baik ekonomi dan perbankan. Dua kebijakan itu diambil berdasar undang-undang yang sah. Proses pengambilannya berdasarkan pertimbangan komprehensif dan objektif," tuturnya.
Mantan Menteri Keuangan itu menambahkan, bila ada pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan FPJP untuk kepentingan pribadi atau tertentu, ditindak tegas dengan hukum. Ia juga berharap pejabat tidak ragu mengambil kebijakan sulit dalam keadaan mendesak.
"Apabila ada pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi, tindakan hukum harus tegas diambil, dalam era ini krisis dapat datang sewaktu-waktu, saya harap pejabat tidak ragu mengambil kebijakan sulit dalam suasana yang mendesak selama itu untuk kepentingan bangsa dan negara," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JCO)