medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan terjadinya politik dinasti di daerah. Ketua Bawaslu Muhammad mengaku khawatir dengan maraknya politik dinasti yang akan muncul di daerah akibat putusan ini.
Namun, ia tak mempermasalahkan hal ini asal pihak terkait mampu mengawal dan menegakkan hukum saat hal ini dianggap menyimpang.
"Kekhawatiran itu ada. Tinggal para pihak ini melakukan upaya-upaya pengawalan dan penegakan hukum tentunya kalau ada masalah hukum, sehingga tidak jadi masalah," kata Muhammad usai pembukaan acara Rakornas Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pilkada Serentak di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Rabu (8/7/2015) malam.
Kata dia, Bawaslu mendukung putusan yang dikeluarkan MK itu. Sebab, jika petahana tak diberi kesempatan untuk membuka peluang keluarga atau kerabatnya maju dalam pilkada, maka potensi masalah akan lebih besar lagi.
"Potensi masalah pasti akan lebih besar, kalau petahana itu tidak diberi peluang seperti ini. Pasti akan lebih besar permasalahannya," kata dia.
MK akhirnya membolehkan siapa saja mencalonkan diri dalam pilkada. Menurut MK, Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bermuatan diskriminatif.
Pasal 7 huruf r yang melarang bakal calon kepala daerah terikat hubungan darah/perkawinan dengan petahana dinilai bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945. Menurut MK, setiap warga negara, siapa pun, harus punya kesempatan yang sama.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan terjadinya politik dinasti di daerah. Ketua Bawaslu Muhammad mengaku khawatir dengan maraknya politik dinasti yang akan muncul di daerah akibat putusan ini.
Namun, ia tak mempermasalahkan hal ini asal pihak terkait mampu mengawal dan menegakkan hukum saat hal ini dianggap menyimpang.
"Kekhawatiran itu ada. Tinggal para pihak ini melakukan upaya-upaya pengawalan dan penegakan hukum tentunya kalau ada masalah hukum, sehingga tidak jadi masalah," kata Muhammad usai pembukaan acara Rakornas Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pilkada Serentak di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Rabu (8/7/2015) malam.
Kata dia, Bawaslu mendukung putusan yang dikeluarkan MK itu. Sebab, jika petahana tak diberi kesempatan untuk membuka peluang keluarga atau kerabatnya maju dalam pilkada, maka potensi masalah akan lebih besar lagi.
"Potensi masalah pasti akan lebih besar, kalau petahana itu tidak diberi peluang seperti ini. Pasti akan lebih besar permasalahannya," kata dia.
MK akhirnya membolehkan siapa saja mencalonkan diri dalam pilkada. Menurut MK, Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota bermuatan diskriminatif.
Pasal 7 huruf r yang melarang bakal calon kepala daerah terikat hubungan darah/perkawinan dengan petahana dinilai bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 UUD 1945. Menurut MK, setiap warga negara, siapa pun, harus punya kesempatan yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)