medcom.id, Jakarta: Terdakwa kasus dugaan suap pajak PT EK Prima Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair, mengakui berdiskusi dengan Duta Besar RI untuk Uni Emirat Arab (UEA) Husin Bagis buat menghadapi masalah perusahaannya.
Rajamohanan bercerita ke Husin soal perusahaannya yang ditagih hutang pajak sebesar Rp78 miliar. Karena tenggat waktu 30 hari yang disediakan semakin mepet. Rajamohanan jarang komunikasi tatap muka dengan Husin, hanya lewat sambungan telepon.
"Hampir 10 tahun kenal. Beliau suka tahu ekpsor dari Indonesia ke luar. Beliau sering tambah ekspor makanya sering komunikasi dengan saya," kata Rajamohanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jakarta Pusat, Senin 27 Maret 2017.
Saat itu Husin memberi saran melayangkan surat ke beberapa pejabat dan menteri. Seperti Direktorat Jenderal Pajak, Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan. Rekomendasi tersebut hanya bersifat teknis. Tidak ada niatan Husin mengajarkan penyelesaian pajak lewat "jalan belakang".
Hubungan Rajamohanan dan Husin ini terungkap di dakwaan dan sidang pemeriksaan saksi, Manajer Finansial PT EK Prima (EKP) Ekspor Indonesia, Yuli Kanestren. Yuli mengaku sering berkomunikasi dengan Husin.
"Saya diskusi bahwa kami (PT EKP) dapat surat lagi dari KPP PMA 6, yang isinya pencabutan PKP dengan kita disuruh bayar Rp 6 miliar dengan tuduhan restitusi EK Prima 2012-2014. Nanti diaktifkan kembali PKP-nya setelah bayar," terang Yuli.
Yuli mengaku menghubungi Husin untuk konsultasi. Yuli pun diminta menyurati Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mengadukan masalah PT EKP.
"Kalau perlu, saya SMS ke Ibu Sri Mulyani tentang permasalahan pajak ini. Saya SMS, lalu ditanya pak Husin 'Ada respons nggak?', saya bilang nggak ada balasan," kata Yuli.
Yuli mengatakan, Husin juga menelepon Arif Budi Sulistyo, yang diketahui sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo. Arif merupakan rekan bisnis Rajamohanan sejak 10 tahun belakangan. "Saya tidak kenal siapa (pak Arif), saya tahunya dari media," ujar Yuli.
Sebelumnya KPK menangkap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno bersama Rajamohanan Nair. Handang diduga menerima duit Rp1,9 miliar supaya bisa menghapus kewajiban pajak perusahaan Raja sejumlah Rp78 miliar.
Terkait perbuatannya, Raja sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara Handang sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/eN47Xj7K" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Terdakwa kasus dugaan suap pajak PT EK Prima Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair, mengakui berdiskusi dengan Duta Besar RI untuk Uni Emirat Arab (UEA) Husin Bagis buat menghadapi masalah perusahaannya.
Rajamohanan bercerita ke Husin soal perusahaannya yang ditagih hutang pajak sebesar Rp78 miliar. Karena tenggat waktu 30 hari yang disediakan semakin mepet. Rajamohanan jarang komunikasi tatap muka dengan Husin, hanya lewat sambungan telepon.
"Hampir 10 tahun kenal. Beliau suka tahu ekpsor dari Indonesia ke luar. Beliau sering tambah ekspor makanya sering komunikasi dengan saya," kata Rajamohanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jakarta Pusat, Senin 27 Maret 2017.
Saat itu Husin memberi saran melayangkan surat ke beberapa pejabat dan menteri. Seperti Direktorat Jenderal Pajak, Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan. Rekomendasi tersebut hanya bersifat teknis. Tidak ada niatan Husin mengajarkan penyelesaian pajak lewat "jalan belakang".
Hubungan Rajamohanan dan Husin ini terungkap di dakwaan dan sidang pemeriksaan saksi, Manajer Finansial PT EK Prima (EKP) Ekspor Indonesia, Yuli Kanestren. Yuli mengaku sering berkomunikasi dengan Husin.
"Saya diskusi bahwa kami (PT EKP) dapat surat lagi dari KPP PMA 6, yang isinya pencabutan PKP dengan kita disuruh bayar Rp 6 miliar dengan tuduhan restitusi EK Prima 2012-2014. Nanti diaktifkan kembali PKP-nya setelah bayar," terang Yuli.
Yuli mengaku menghubungi Husin untuk konsultasi. Yuli pun diminta menyurati Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mengadukan masalah PT EKP.
"Kalau perlu, saya SMS ke Ibu Sri Mulyani tentang permasalahan pajak ini. Saya SMS, lalu ditanya pak Husin 'Ada respons nggak?', saya bilang nggak ada balasan," kata Yuli.
Yuli mengatakan, Husin juga menelepon Arif Budi Sulistyo, yang diketahui sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo. Arif merupakan rekan bisnis Rajamohanan sejak 10 tahun belakangan. "Saya tidak kenal siapa (pak Arif), saya tahunya dari media," ujar Yuli.
Sebelumnya KPK menangkap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno bersama Rajamohanan Nair. Handang diduga menerima duit Rp1,9 miliar supaya bisa menghapus kewajiban pajak perusahaan Raja sejumlah Rp78 miliar.
Terkait perbuatannya, Raja sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sementara Handang sebagai penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)