Jakarta: Terdakwa penyebar berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet akan mengajukan eksepsi atau nota pembelaan. Dia menilai poin dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan beberapa yang tidak sesuai.
"Saya mengerti walaupun ada beberapa yang tidak sesuai," ujar Ratna Sarumpaet, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 28 Februari 2019.
Hal tersebut ditanggapi oleh Ketua Hakim Joni yang menjelaskan bahwa Ratna dapat menyampaikan melalui sidang berikutnya. Yang bergandengan pembacaan eksepsi atau nota pembelaan. "Nanti bisa ajukan dalam pledoi (Pembelaan)," tutur Joni.
Kendati demikian, Ratna mengakui perbuatan pidananya dalam penyebaran berita bohong atau hoaks. Namun terdapat perbedaan antara fakta di lapangan dengan poin beberapa dilawan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Tetapi yang terjadi di lapangan, dengan peristiwa penyidikan ada ketengan yang luar biasa," tuturnya.
Lebih lanjut, Ratna menyampaikan bahwa langkah yang ditempuh saat ini dapat menjadi pelajaran masyarakat ke depanya. Meski yang bersangkutan mengaku menyebarkan berita bohong salah.
"Kalau saya dipenjara karena pengadilan ini saya tidak masalah, tetapi untuk bangsa ini kita harus berhenti bahwa di atas segalanya hukum bukan kekuasaan," tuturnya.
Baca: Ratna Sarumpaet Didakwa Menyebar Berita Bohong
Sebelumnya, JPU Payaman menyebut Ratna mengaku pergi ke Bandung pada 21 September 2018. Namun, dia sejatinya tidak ke Bandung, melainkan ke Rumah Sakit Khusus (RSK) Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, untuk menjalani operasi muka.
"Ternyata terdakwa tidak ke Bandung tapi ke RSK, operasi perbaikan muka atau tarik muka atau pengencangan kulit muka sebagaimana dijadwalkan dokter," kata JPU pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, 28 Februari 2019.
Ratna, kata dia, mendapatkan tindakan medis dari dokter RSK Bedah Bina Estetika. Dia kemudian ditempatkan di ruang perawatan untuk rawat inap sampai pada 24 September 2018. Selama menjalani rawat inap, dia mengambil foto wajah foto lebam dan bengkak memakai ponsel.
“Pada 24 September 2018 pulang dalam perjalanan mengirim foto bengkak kepada saksi Achmad Ubangi, saksi Saharudin, saksi Makmur Julianto, saksi Rocky Gerung, Dede Saripudin, Said Iqbal, Nanik Sudaryati, Amien Rais, Dahnil Anzar, Fadli Zon, Basari, Simon Aloisius, Prabowo Subianto, Sugianto, dan Djoko Santoso merupakan rangkaian kebohongan terdakwa," jelas JPU.
JPU sempat menyingung terkait konferensi pers yang digelar BPN Prabowo-Sandiaga pada 2 Oktober 2018. Saat itu, BPN mengecam penganiayaan terhadap Ratna yang ternyata hoaks alias bohong.
"(Kebohongan) untuk mendapat perhatian masyarakat termasuk tim pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang kemudian pada 2 Oktober 2018 dilaksanakan konferensi pers oleh Prabowo Subianto di kantor tim pemenangan Prabowo-Sandiaga di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jaksel, yang disampaikan Prabowo tentang terjadinya penganiayaan yang dialami terdakwa," tambah dia.
Ratna kemudia ditahan setelah ditangkap di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Kamis malam, 4 Oktober 2018. Saat itu, Ratna hendak terbang ke Chile.
Ratna menjadi tersangka karena menyebarkan informasi bohong dengan mengaku dianiaya sejumlah orang saat berada di Bandara Husen Sastranegara Bandung, pada Selasa, 21 September 2018. Namun, polisi menemukan pada tanggal itu, Ratna sedang dirawat usai operasi plastik di Jakarta.
Atas kebohongannya, ia dikenakan Pasal 14 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia terancam hukuman 10 tahun penjara.
Jakarta: Terdakwa penyebar berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet akan mengajukan eksepsi atau nota pembelaan. Dia menilai poin dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan beberapa yang tidak sesuai.
"Saya mengerti walaupun ada beberapa yang tidak sesuai," ujar Ratna Sarumpaet, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 28 Februari 2019.
Hal tersebut ditanggapi oleh Ketua Hakim Joni yang menjelaskan bahwa Ratna dapat menyampaikan melalui sidang berikutnya. Yang bergandengan pembacaan eksepsi atau nota pembelaan. "Nanti bisa ajukan dalam pledoi (Pembelaan)," tutur Joni.
Kendati demikian, Ratna mengakui perbuatan pidananya dalam penyebaran berita bohong atau hoaks. Namun terdapat perbedaan antara fakta di lapangan dengan poin beberapa dilawan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Tetapi yang terjadi di lapangan, dengan peristiwa penyidikan ada ketengan yang luar biasa," tuturnya.
Lebih lanjut, Ratna menyampaikan bahwa langkah yang ditempuh saat ini dapat menjadi pelajaran masyarakat ke depanya. Meski yang bersangkutan mengaku menyebarkan berita bohong salah.
"Kalau saya dipenjara karena pengadilan ini saya tidak masalah, tetapi untuk bangsa ini kita harus berhenti bahwa di atas segalanya hukum bukan kekuasaan," tuturnya.
Baca: Ratna Sarumpaet Didakwa Menyebar Berita Bohong
Sebelumnya, JPU Payaman menyebut Ratna mengaku pergi ke Bandung pada 21 September 2018. Namun, dia sejatinya tidak ke Bandung, melainkan ke Rumah Sakit Khusus (RSK) Bedah Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, untuk menjalani operasi muka.
"Ternyata terdakwa tidak ke Bandung tapi ke RSK, operasi perbaikan muka atau tarik muka atau pengencangan kulit muka sebagaimana dijadwalkan dokter," kata JPU pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, 28 Februari 2019.
Ratna, kata dia, mendapatkan tindakan medis dari dokter RSK Bedah Bina Estetika. Dia kemudian ditempatkan di ruang perawatan untuk rawat inap sampai pada 24 September 2018. Selama menjalani rawat inap, dia mengambil foto wajah foto lebam dan bengkak memakai ponsel.
“Pada 24 September 2018 pulang dalam perjalanan mengirim foto bengkak kepada saksi Achmad Ubangi, saksi Saharudin, saksi Makmur Julianto, saksi Rocky Gerung, Dede Saripudin, Said Iqbal, Nanik Sudaryati, Amien Rais, Dahnil Anzar, Fadli Zon, Basari, Simon Aloisius, Prabowo Subianto, Sugianto, dan Djoko Santoso merupakan rangkaian kebohongan terdakwa," jelas JPU.
JPU sempat menyingung terkait konferensi pers yang digelar BPN Prabowo-Sandiaga pada 2 Oktober 2018. Saat itu, BPN mengecam penganiayaan terhadap Ratna yang ternyata hoaks alias bohong.
"(Kebohongan) untuk mendapat perhatian masyarakat termasuk tim pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang kemudian pada 2 Oktober 2018 dilaksanakan konferensi pers oleh Prabowo Subianto di kantor tim pemenangan Prabowo-Sandiaga di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jaksel, yang disampaikan Prabowo tentang terjadinya penganiayaan yang dialami terdakwa," tambah dia.
Ratna kemudia ditahan setelah ditangkap di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Kamis malam, 4 Oktober 2018. Saat itu, Ratna hendak terbang ke Chile.
Ratna menjadi tersangka karena menyebarkan informasi bohong dengan mengaku dianiaya sejumlah orang saat berada di Bandara Husen Sastranegara Bandung, pada Selasa, 21 September 2018. Namun, polisi menemukan pada tanggal itu, Ratna sedang dirawat usai operasi plastik di Jakarta.
Atas kebohongannya, ia dikenakan Pasal 14 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia terancam hukuman 10 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)