Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) disebut bisa dikategorikan sebagai penyebar hoaks dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Pasalnya, pernyataan tak ada kejanggalan akhirnya terbantahkan oleh hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Setiap orang menyebarkan berita bohong atau hoaks yang termasuk dalam Pasal 28 Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini akan dipidana dengan ancaman pidana paling lama enam tahun atau denda paling banyak sebesar Rp1 miliar," kata pengamat Kepolisian Bambang Rukminto kepada Medcom.id, Selasa, 9 Agustus 2022.
Bambang mengatakan peran komisioner Kompolnas seharusnya memastikan proses hukum yang dilakukan kepolisian itu sesuai aturan atau tidak. Pihak Kompolnas yang menyatakan tak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J adalah Ketua Harian, Benny Mamoto. Bambang enggan memastikan Benny melanggar pidana atau tidak, sebab harus didalami terdahulu oleh penyidik.
"Yang pasti ada ketidaksamaan antara fakta-fakta di lapangan dengan apa yang disampaikan dan ini jelas menyebarkan kebohongan pada publik," ujar Bambang.
Terlebih, kata dia, informasi yang disampaikan terkait dengan kasus pidana yang mengakibatkan potensi pengaburan informasi dan menghalangi penyelidikan. Hal itu dianggap juga melanggar Pasal 221 KUHP terkait obstruction of justice.
Dia menyebut Kompolnas harus kembali ke tugas dan kewenangan. Yakni memberikan masukan kepada kepolisian untuk melaksanakan tugas dengan benar.
"Bukan seolah menjadi juru bicara polisi," ujar Bambang.
Menurut dia, pernyataan tak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J adalah sikap premetur. Seharusnya, harus melakukan penyelidikan menyeluruh baru membuat pernyataan.
"Check recheck sangat penting dalam menyampaikan informasi ke publik," ungkap Bambang.
Pernyataan Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto soal kasus kematian Brigadir J tak ada kejanggalan muncul di media sosial Twitter baru-baru ini. Pernyataan itu disampaikan Benny pada awal pengungkapan kasus, sekitar awal Juli.
Teranyar, Komnas HAM membongkar fakta-fakta yang ditemukan dari hasil pemeriksaan CCTV dan keterangan saksi. Komnas HAM mengungkap tak ada penodongan senjata oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo. Komnas HAM juga meragukan adanya pelecehan seksual oleh Brigadir J.
Pengungkapan Komnas HAM diperkuat dengan pengakuan tersangka Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer Pudihang Lumiu (E). Bharada E menyatakan tak ada baku tembak antara dirinya dan Brigadir J. Penembakan hanya dilakukan oleh dirinya atas perintah atasan.
Bharada E bersedia menjadi justice collaborator. Dia telah mengajukan perlindungan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus Brigadir J. Ketiga tersangka itu ialah ajudan Sambo, Bharada E; ajudan Putri Candrawathi, Brigadir Ricky Rizal (RR); dan sopir Putri, K. Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Sedangkan, Brigadir Ricky dikenakan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Sementara itu, pasal yang dikenakan terhadap K belum dibeberkan, pasalnya polisi baru akan mengungkap penetapan tersangka K sore ini.
Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas) disebut bisa dikategorikan sebagai penyebar hoaks dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias
Brigadir J. Pasalnya, pernyataan tak ada kejanggalan akhirnya terbantahkan oleh hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Setiap orang menyebarkan berita bohong atau hoaks yang termasuk dalam Pasal 28 Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) ini akan dipidana dengan ancaman pidana paling lama enam tahun atau denda paling banyak sebesar Rp1 miliar," kata pengamat Kepolisian Bambang Rukminto kepada
Medcom.id, Selasa, 9 Agustus 2022.
Bambang mengatakan peran komisioner Kompolnas seharusnya memastikan proses hukum yang dilakukan kepolisian itu sesuai aturan atau tidak. Pihak Kompolnas yang menyatakan tak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J adalah Ketua Harian, Benny Mamoto. Bambang enggan memastikan Benny melanggar pidana atau tidak, sebab harus didalami terdahulu oleh penyidik.
"Yang pasti ada ketidaksamaan antara fakta-fakta di lapangan dengan apa yang disampaikan dan ini jelas menyebarkan kebohongan pada publik," ujar Bambang.
Terlebih, kata dia, informasi yang disampaikan terkait dengan kasus pidana yang mengakibatkan potensi pengaburan informasi dan menghalangi penyelidikan. Hal itu dianggap juga melanggar Pasal 221 KUHP terkait
obstruction of justice.
Dia menyebut Kompolnas harus kembali ke tugas dan kewenangan. Yakni memberikan masukan kepada kepolisian untuk melaksanakan tugas dengan benar.
"Bukan seolah menjadi juru bicara polisi," ujar Bambang.
Menurut dia, pernyataan tak ada kejanggalan dalam kasus Brigadir J adalah sikap premetur. Seharusnya, harus melakukan penyelidikan menyeluruh baru membuat pernyataan.
"
Check recheck sangat penting dalam menyampaikan informasi ke publik," ungkap Bambang.
Pernyataan Ketua Harian Kompolnas Irjen (Purn) Benny Mamoto soal
kasus kematian Brigadir J tak ada kejanggalan muncul di media sosial Twitter baru-baru ini. Pernyataan itu disampaikan Benny pada awal pengungkapan kasus, sekitar awal Juli.
Teranyar, Komnas HAM membongkar fakta-fakta yang ditemukan dari hasil pemeriksaan CCTV dan keterangan saksi. Komnas HAM mengungkap tak ada penodongan senjata oleh Brigadir J terhadap Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo. Komnas HAM juga meragukan adanya pelecehan seksual oleh Brigadir J.
Pengungkapan Komnas HAM diperkuat dengan pengakuan tersangka Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer Pudihang Lumiu (E).
Bharada E menyatakan tak ada baku tembak antara dirinya dan Brigadir J. Penembakan hanya dilakukan oleh dirinya atas perintah atasan.
Bharada E bersedia menjadi
justice collaborator. Dia telah mengajukan perlindungan hukum ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus Brigadir J. Ketiga tersangka itu ialah ajudan Sambo, Bharada E; ajudan Putri Candrawathi,
Brigadir Ricky Rizal (RR); dan sopir Putri, K. Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Sedangkan, Brigadir Ricky dikenakan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 jo Pasal 55 dan 56 KUHP. Sementara itu, pasal yang dikenakan terhadap K belum dibeberkan, pasalnya polisi baru akan mengungkap penetapan tersangka K sore ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)