medcom.id, Jakarta: Pengamat militer dari LIPI, Jaleswari Pramodhawardani menilai kebijakan menenggelamkan kapal asing pencuri ikan merupakan upaya membuat efek jera. Namun, ke depan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga harus mematuhi kaidah Hukum Laut Internasional.
“Kalau saya melihat kebijakan Ibu Susi, saya merespon bahwa laut kita sudah dijajah oleh negara-negara asing, sehingga ketika bu susi mengatakan itu, itu bukan berarti beliau tidak tahu soal kukum laut internasional,” katanya di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2014) malam.
Menurut Jaleswari, pernyataan Menteri Susi tersebut untuk merespon supaya kapal asing tersebut jera dan tidak melakukan pencurian ikan lagi di perairan Indonesia. Apabila nantinya ada aturan dalam Hukum Laut Internasional yang mengatur, seharusnya juga dipatuhi terkait mekanisme penenggelaman kapal asing tersebut.
“Tetapi semangat moral dia (Susi) itu untuk menghukum agar jera, dia (kapal asing) melakukan illegal fishing, human trafficing,” imbuh Jaleswari.
Segi positifnya dari penenggelaman kapal asing ini adalah, nantinya para pencuri ikan akan gentar karena sebelum ada kebijakan ini, kapal asing pencuri ikan tidak mendapat hukuman yang tegas. Padahal, nelayan Indonesia yang kedapatan berlayar sampai ke luar negeri ditangkap.
“Ini enggak fair juga, sementara kapal-kapal asing merajalela dilaut kita,” ujar Jaleswari,
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhi Purdijatno untuk mengeksekusi penenggelaman tiga kapal asing asal Vietnam, yang mencuri ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Pemerintah sendiri saat ini telah menyiagakan 60-70 kapal milik Angkatan Laut yang siap bergerak setiap hari untuk mengawasi perairan di wilayah laut Indonesia. Selain itu, kapal-kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bea Cukai serta Pol Air Polri akan diterjunkan guna memberantas kapal asing yang berani masuk dan mencuri ikan di Indonesia.
medcom.id, Jakarta: Pengamat militer dari LIPI, Jaleswari Pramodhawardani menilai kebijakan menenggelamkan kapal asing pencuri ikan merupakan upaya membuat efek jera. Namun, ke depan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga harus mematuhi kaidah Hukum Laut Internasional.
“Kalau saya melihat kebijakan Ibu Susi, saya merespon bahwa laut kita sudah dijajah oleh negara-negara asing, sehingga ketika bu susi mengatakan itu, itu bukan berarti beliau tidak tahu soal kukum laut internasional,” katanya di Gedung Joang 45, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2014) malam.
Menurut Jaleswari, pernyataan Menteri Susi tersebut untuk merespon supaya kapal asing tersebut jera dan tidak melakukan pencurian ikan lagi di perairan Indonesia. Apabila nantinya ada aturan dalam Hukum Laut Internasional yang mengatur, seharusnya juga dipatuhi terkait mekanisme penenggelaman kapal asing tersebut.
“Tetapi semangat moral dia (Susi) itu untuk menghukum agar jera, dia (kapal asing) melakukan
illegal fishing, human trafficing,” imbuh Jaleswari.
Segi positifnya dari penenggelaman kapal asing ini adalah, nantinya para pencuri ikan akan gentar karena sebelum ada kebijakan ini, kapal asing pencuri ikan tidak mendapat hukuman yang tegas. Padahal, nelayan Indonesia yang kedapatan berlayar sampai ke luar negeri ditangkap.
“Ini enggak fair juga, sementara kapal-kapal asing merajalela dilaut kita,” ujar Jaleswari,
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhi Purdijatno untuk mengeksekusi penenggelaman tiga kapal asing asal Vietnam, yang mencuri ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Pemerintah sendiri saat ini telah menyiagakan 60-70 kapal milik Angkatan Laut yang siap bergerak setiap hari untuk mengawasi perairan di wilayah laut Indonesia. Selain itu, kapal-kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bea Cukai serta Pol Air Polri akan diterjunkan guna memberantas kapal asing yang berani masuk dan mencuri ikan di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)