Luhut diketahui pernah menyampaikan operasi tangkap tangan (OTT) tidak perlu dilakukan. Sementara itu, Tito menyebut penangkapan paksa yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah prestasi.
Menanggapi itu, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai pernyataan Luhut dan Tito pantas disebut sebagai penyebab penurunan IPK di Indonesia. Karena, tidak sepantasnya dua orang menteri memberikan pernyataan seperti itu di muka publik.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Setuju (dengan Mahfud MD), betul (pejabat tidak boleh sembarangan berkomentar)," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada MGN, Senin, 6 Februari 2023.
Boyamin menyebut pejabat sudah seharusnya menyebarkan pesan antikorupsi kepada masyarakat. Selain itu, para penyelenggara itu wajib menjadi contoh pemberantasan rasuah yang paling baik.
"Yang besarnya ya tidak boleh korupsi dan tidak boleh konflik kepentingan dalam mengemban jabatan, misal enggak boleh campur-campur dengan bisnis pribadi, keluarga dan gerombolannya," ucap Boyamin.
Baca juga: Mahfud: Korupsi Politik Penyebab Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia |
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut banyak pihak risau dengan turunnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia sampai di angka 34. Lembaga Antirasuah itu bahkan menyebut skor itu sebagai ironi.
"IPK kita indeks persepsi korupsi yang saat ini terjun bebas dari 38 menjadi 34 ini tentu menjadi kerisauan dan ironi kita semua, dan ini juga menunjukkan bahwa kerja-kerja kita semua tidak bisa hanya dari hilir," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Jakarta, Kamis, 2 Februari 2023.
Ghufron mengatakan perbaikan banyak sistem dibutuhkan untuk memperbaiki IPK Indonesia selanjutnya. Pembenahan tidak bisa dilakukan jika cuma mengandalkan penindakan.
"Enggak cukup 'Pak ditangkapi, ditangkapi, ditangkapi', tapi sistemnya tidak ada pembenahan, komitmennya tidak ada pembenahan, integritasnya tidak ada pembenahan," ucap Ghufron.