Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, mengungkap penerbitan izin terkait eskpor benih bening lobster atau benur oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dibumbui dengan commitment fee. Tanpa pemberian itu, izin tak kunjung diterbitkan.
"Sehari atau dua hari sudah keluar izin," ujar Suharjito saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Maret 2021.
Suharjito menyebut dia awalnya diminta memberikan Rp5 miliar untuk mempermudah penerbitan izin tersebut. Permintaan itu berasal dari staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Safri.
Komunikasi terkait syarat commitment fee itu disampaikan Safri melalui anak buah Suharjito, Agus. Safri juga menyampaikan bahwa fulus untuk menerbitkan izin juga dipenuhi perusahaan lain.
Baca: Firli Gandeng Eks Koruptor Jadi Agen Antikorupsi
"Yo wis ada (perusahaan) yang lainnya. Pada dasarnya saya juga malas sebagai pengusaha begitu," ucap Suharjito.
Dia menyanggupi dengan memberikan uang US$77 ribu atau sekitar Rp1 miliar kepada Safri di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 16 Juni 2020. Suharjito membantah penyerahan itu diselingi dengan ucapan 'ini titipan buat menteri' seperti dalam dakwaan.
"Waktu itu saya enggak ngomong gitu. Saya pikir enggak perlu diomongin, Safri sudah tahu bahwa ini untuk menteri (Edhy Prabowo)," ujar Suharjito.
Menurut dia, izin langsung terbit setelah pemberian uang itu. Berdasarkan dakwaan, proses izin itu dimohonkan sejak Mei 2020.
"Setelah uang itu keluar Alhamdulilah ikut cepat (izin terbit)," ucap Suharjito.
Pada perkara ini, Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak US$103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Cek Berita dan Artikel yang lain di