Jakarta: Kelebihan kapasitas menjadi salah satu permasalahan akut lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia. Ada beberapa alasan yang membuat penjara di Indonesia kelebihan kapasitas.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyampaikan alasan pertama ialah penegakan hukum di Indonesia masih berlandaskan semangat kriminalisasi. Kultur penegak hukum dan masyarakat yang senang menghukum membuat berbagai kasus harus diselesaikan dalam pidana. Padahal, pendekatan yang harus dilakukan yaitu restorative justice yang menitik beratkan pada pemulihan.
"Konflik antarpersonal diarahkan pada penyelesaian pidana, kasus kecil juga pidana," kata Taufik kepada Medcom.id, Selasa, 14 Juli 2020.
Kedua, belum adanya alternatif pidana yang memadai di luar pidana penjara. Dia menyebutkan salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk menghukum pelaku yaitu pidana kerja sosial.
Alternatif lain juga tidak dimaksimalkan. Seperti rehabilitasi terhadap pengguna narkoba. Menurut dia, pengguna semestinya direhabilitasi.
"(Pengguna narkoba) masih saja dianggap bukan sebagai korban, mestinya direhab melainkan sebagai pelaku yang harus dipenjara," ungkap dia.
Baca: Permasalahan Rutan Salemba Dinilai Sudah Akut
Ketua DPP Partai NasDem bidang Hukum dan HAM itu menyebutkan lebih dari 50 persen penyebab over capacity adalah banyaknya narapidana kasus narkotika. Narapidana narkotika yang masuk kategori pengguna ini juga tidak bisa mendapatkan hak berupa pembebasan bersyarat, asimilasi, dan cuti bersyarat.
"Karena terkena PP Nomor 99 Tahun 2012. Akhirnya meskipun ada program covid-19 kemarin tetap saja tidak menyelesaikan masalah," ujar dia.
Jakarta: Kelebihan kapasitas menjadi salah satu permasalahan akut lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia. Ada beberapa alasan yang membuat penjara di Indonesia kelebihan kapasitas.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyampaikan alasan pertama ialah penegakan hukum di Indonesia masih berlandaskan semangat kriminalisasi. Kultur penegak hukum dan masyarakat yang senang menghukum membuat berbagai kasus harus diselesaikan dalam pidana. Padahal, pendekatan yang harus dilakukan yaitu
restorative justice yang menitik beratkan pada pemulihan.
"Konflik antarpersonal diarahkan pada penyelesaian pidana, kasus kecil juga pidana," kata Taufik kepada
Medcom.id, Selasa, 14 Juli 2020.
Kedua, belum adanya alternatif pidana yang memadai di luar pidana penjara. Dia menyebutkan salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk menghukum pelaku yaitu pidana kerja sosial.
Alternatif lain juga tidak dimaksimalkan. Seperti rehabilitasi terhadap pengguna narkoba. Menurut dia, pengguna semestinya direhabilitasi.
"(Pengguna narkoba) masih saja dianggap bukan sebagai korban, mestinya direhab melainkan sebagai pelaku yang harus dipenjara," ungkap dia.
Baca: Permasalahan Rutan Salemba Dinilai Sudah Akut
Ketua DPP Partai NasDem bidang Hukum dan HAM itu menyebutkan lebih dari 50 persen penyebab
over capacity adalah banyaknya narapidana kasus narkotika. Narapidana narkotika yang masuk kategori pengguna ini juga tidak bisa mendapatkan hak berupa pembebasan bersyarat, asimilasi, dan cuti bersyarat.
"Karena terkena PP Nomor 99 Tahun 2012. Akhirnya meskipun ada program covid-19 kemarin tetap saja tidak menyelesaikan masalah," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)