Jakarta: Direktur Produksi PT Garuda Indonesia Puji Nur Handayani kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Puji bakal dimintai keterangan terkait kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus SAS dan Rolls-Royce Plc pada PT Garuda Indonesia.
Sebelumnya, Puji juga sempat diperiksa pada 14 Maret 2018. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik bakal mendalami keterangan Puji terkait peran mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam kasus ini.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," ujar Febri saat dikonfirmasi, Jumat, 6 April 2018.
Emirsyah Satar bersama Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK pun sedang menggali informasi keuangan PT MRA dan proses pengadaan pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce Plc pada PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180 ribu atau senilai Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilaiUS$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Suap itu diduga berasal dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce, terkait pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Suap itu diduga diberikan melalui perantara Soetikno selaku beneficial owner dari Connaught International Pte Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui adalah presiden komisaris PT MRA, kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Sementara itu, Rolls Royce berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) oleh pengadilan di Inggris. Perusahan itu dianggap melakukan praktik suap di beberapa negara, antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara. SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK, termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri. Namun, sampai saat ini KPK belum menahan keduanya meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2017.
Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dia terancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dia terancam pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Jakarta: Direktur Produksi PT Garuda Indonesia Puji Nur Handayani kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Puji bakal dimintai keterangan terkait kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus SAS dan Rolls-Royce Plc pada PT Garuda Indonesia.
Sebelumnya, Puji juga sempat diperiksa pada 14 Maret 2018. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik bakal mendalami keterangan Puji terkait peran mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam kasus ini.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," ujar Febri saat dikonfirmasi, Jumat, 6 April 2018.
Emirsyah Satar bersama Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK pun sedang menggali informasi keuangan PT MRA dan proses pengadaan pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce Plc pada PT Garuda Indonesia.
Emirsyah Satar diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180 ribu atau senilai Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilaiUS$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Suap itu diduga berasal dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce, terkait pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Suap itu diduga diberikan melalui perantara Soetikno selaku beneficial owner dari Connaught International Pte Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui adalah presiden komisaris PT MRA, kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Sementara itu, Rolls Royce berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp11 triliun) oleh pengadilan di Inggris. Perusahan itu dianggap melakukan praktik suap di beberapa negara, antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara. SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK, termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri. Namun, sampai saat ini KPK belum menahan keduanya meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2017.
Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dia terancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dia terancam pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)