Anggota DPR Andi Taufan Tiro (kiri), Alamudin (tengah) dan Muhammad Toha memberikan keterangan ketika menjadi saksi untuk terdakwa kasus penyuapan, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/4). Foto: ANTARA
Anggota DPR Andi Taufan Tiro (kiri), Alamudin (tengah) dan Muhammad Toha memberikan keterangan ketika menjadi saksi untuk terdakwa kasus penyuapan, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/4). Foto: ANTARA

Tiga Anggota DPR 'Kompak' Soal Dana Aspirasi Dalam Sidang di Tipikor

Damar Iradat • 26 April 2016 06:32
medcom.id, Jakarta: Sidang kasus suap dengan terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir kembali dilanjutkan Senin, 25 April 2016 pagi. Agenda sidang mendengarkan keterangan dari saksi.
 
Jaksa Penuntut Umum menghadirkan empat orang saksi, tiga di antaranya anggota DPR RI. Ketiga orang tersebut yakni anggota Komisi V Andi Taufan Tiro dan Alamuddin Dimyati Rois, serta anggota Komisi III Mohammad Toha yang juga sempat duduk di Komisi V. Sementara, satu orang saksi lainnya yakni Budi Liem, Direktur Utama PT Intim Kara.
 
Pada sidang tersebut, tiga anggota DPR RI itu terlihat kompak saat Majelis Hakim mempertanyakan perihal apakah mereka ikut menerima suap dari Abdul atau tidak. Jawaban mereka bertiga lebih banyak tidak, tidak ingat, dan tidak tahu.

Salah satu kekompakan mereka juga terjadi saat Majelis Hakim mempertanyakan perihal dana aspirasi yang diberikan Abdul. Toha yang sempat menjabat sebagai mantan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB mengatakan, dana aspirasi itu tidak pernah ada.
 
"Yang saya tahu, adanya usulan program yang sudah dilaksanakan, setiap usulan program pembangunan daerah pemilihan. Setelah beberapa saat pemerintah tidak setuju, akhirnya tidak jadi. Bukan dana aspirasi," kata Toha di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (25/4/2016).
 
Tidak puas dengan jawaban Toha, Majelis Hakim mempertegas pertanyaan. "Jadi, dana aspirasi itu apa?," tanya Majelis Hakim.
 
"Saya tidak tahu yang mulia," jawab Toha.
 
Pun dengan jawaban Alamuddin. Kolega Toha dari fraksi PKB itu mengaku tidak tahu menahu soal dana aspirasi ketika ditanya oleh Majelis Hakim.
 
Sementara itu, Andi Taufan Tiro mengatakan, selain tidak tahu menahu soal dana aspirasi, menurut anggota Fraksi PAN itu, sebetulnya yang ada usulan program aspirasi.
 
"Jadi saya tidak tahu kalau dana aspirasi," ungkap Andi.
 
Keterangan ketiganya jelas berbeda 180 derajat saat pekan lalu Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa yang sama.
 
Saat itu, Amran menyebut sempat ada perbincangan soal dana aspirasi kala dirinya bertemu dengan anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dan Abdul Khoir.
 
Kasus suap yang melibatkan Abdul menyeret nama Damayanti. Bahkan, kasus suap untuk mengamankan proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara diduga kuat juga melibatkan anggota Komisi V DPR RI lainnya.
 
Dalam kesaksian sebelumnya, Damayanti mengatakan, pembagian jatah fee terhadap anggota Komisi V DPR ditentukan Amran HI Mustary. Besarannya berbeda-beda tergantung tingkatan.
 
Damayanti menjelaskan, nilai suap merupakan hasil nego antara pimpinan Komisi V dan Kementerian PUPR. Masing-masing anggota dapat jatah maksimal Rp50 miliar dan kepala kelompok fraksi maksimal Rp100 miliar.
 
Abdul Khoir didakwa bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng serta Direktur PT Sharlen Raya Hong Artha John Alfred menyuap Amran HI Mustary dan sejumlah anggota Komisi V, yakni Damayanti Wisnu Putranti, Budi Suprayitno, Andi Taufan Tiro dan Musa Zainuddin dengan total suap Rp21,28 miliar, SGD1,674 juta, dan USD72,7 dalam proyek pembangunan dan rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.
 
Atas perbuatannya, Abdul didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto. Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan