medcom.id, Jakarta: Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menerima data transaksi mencurigakan narkotika dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun temuan transaksi mencurigakan senilai Rp3,6 triliun itu disebut bukan milik Freddy Budiman.
Kepala Deputi Pemberantasan Narkotika BNN Arman Depari mengatakan, data tersebut sudah dikantongi cukup lama oleh BNN. Namun, setelah ditelusuri, ternyata, aliran dana mencurigakan itu tidak mengalir pada jaringan narkoba milik Freddy Budiman.
"Memang sudah lama (diberikan PPATK). Tapi, Rp3,7 triliun itu milik jaringan Pony Chandra, bukan terkait Freddy Budiman," ungkap Arman di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Arman mengakui, hingga saat ini aliran dana yang mengarah ke jaringan Freddy belum ditemukan. Namun begitu, pihaknya tidak akan berhenti menyelidiki dugaan tersebut.
Sementara itu, Kepala BNN Budi Waseso mengatakan, data yang diserahkan oleh PPATK sudah ditangani secara khusus. Nantinya, setiap periode seminggu sekali, BNN akan terus berkoordinasi dengan PPATK.
Kendati demikian, Buwas, sapaan Budi, belum ingin membeberkan hasil penelusuran. Sebab, hal tersebut masih bersifat rahasia. "Kita belum bisa informasikan ke publik, karena menyangkut beberapa nama yang belum Tentu benar. Masih dalam penelusuran," tegas Budi.
Buwas memastikan, sekecil apapun informasi terkait Freddy Budiman yang didapat pihak BNN akan ditelusuri, termasuk jaringan-jaringan narkotika lainnya. Terkait informasi dari oknum BNN yang mungkin terlibat juga masih ditangani secara internal.
"Sejauh ini masih lakukan pemeriksaan dan penelusuran. Kita ikuti perkembangan informasi yang kita dapat," katanya.
Gonjang-ganjing soal transaksi mencurigakan gembong narkoba Freddy Budiman kepada pejabat-pejabat kepolisian pertama kali disuarakan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar beberapa jam sebelum Freddy dieksekusi mati, Jumat, 29 Juli lalu. Dalam penuturannya kepada Haris, Freddy mengaku kerap memberikan upeti kepada BNN ratusan miliar rupiah. Upeti itu diberikan sebagai upaya penyelundupan narkoba berjalan mulus.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN," kata Haris yang mengutip kesaksian Freddy Budiman melalui keterangan tertulis, Jumat 29 Juli.
Haris mendapatkan kesaksian Freddy di sela-sela berkunjung ke Lapas Nusakambangan pada 2014. Fakta itu baru diungkap setelah Freddy selesai dieksekusi mati, Jumat dini hari.
Haris mengaku mendatangi lapas lantaran diundang sebuah organisasi gereja. Organisasi itu aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusakambangan.
"Melalui undangan gereja ini, saya jadi berkesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu John Refra alias Jhon Kei, juga Freddy Budiman," ujar dia.
medcom.id, Jakarta: Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menerima data transaksi mencurigakan narkotika dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun temuan transaksi mencurigakan senilai Rp3,6 triliun itu disebut bukan milik Freddy Budiman.
Kepala Deputi Pemberantasan Narkotika BNN Arman Depari mengatakan, data tersebut sudah dikantongi cukup lama oleh BNN. Namun, setelah ditelusuri, ternyata, aliran dana mencurigakan itu tidak mengalir pada jaringan narkoba milik Freddy Budiman.
"Memang sudah lama (diberikan PPATK). Tapi, Rp3,7 triliun itu milik jaringan Pony Chandra, bukan terkait Freddy Budiman," ungkap Arman di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Arman mengakui, hingga saat ini aliran dana yang mengarah ke jaringan Freddy belum ditemukan. Namun begitu, pihaknya tidak akan berhenti menyelidiki dugaan tersebut.
Sementara itu, Kepala BNN Budi Waseso mengatakan, data yang diserahkan oleh PPATK sudah ditangani secara khusus. Nantinya, setiap periode seminggu sekali, BNN akan terus berkoordinasi dengan PPATK.
Kendati demikian, Buwas, sapaan Budi, belum ingin membeberkan hasil penelusuran. Sebab, hal tersebut masih bersifat rahasia. "Kita belum bisa informasikan ke publik, karena menyangkut beberapa nama yang belum Tentu benar. Masih dalam penelusuran," tegas Budi.
Buwas memastikan, sekecil apapun informasi terkait Freddy Budiman yang didapat pihak BNN akan ditelusuri, termasuk jaringan-jaringan narkotika lainnya. Terkait informasi dari oknum BNN yang mungkin terlibat juga masih ditangani secara internal.
"Sejauh ini masih lakukan pemeriksaan dan penelusuran. Kita ikuti perkembangan informasi yang kita dapat," katanya.
Gonjang-ganjing soal transaksi mencurigakan gembong narkoba Freddy Budiman kepada pejabat-pejabat kepolisian pertama kali disuarakan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar beberapa jam sebelum Freddy dieksekusi mati, Jumat, 29 Juli lalu. Dalam penuturannya kepada Haris, Freddy mengaku kerap memberikan upeti kepada BNN ratusan miliar rupiah. Upeti itu diberikan sebagai upaya penyelundupan narkoba berjalan mulus.
"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyeludupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp450 miliar ke BNN," kata Haris yang mengutip kesaksian Freddy Budiman melalui keterangan tertulis, Jumat 29 Juli.
Haris mendapatkan kesaksian Freddy di sela-sela berkunjung ke Lapas Nusakambangan pada 2014. Fakta itu baru diungkap setelah Freddy selesai dieksekusi mati, Jumat dini hari.
Haris mengaku mendatangi lapas lantaran diundang sebuah organisasi gereja. Organisasi itu aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusakambangan.
"Melalui undangan gereja ini, saya jadi berkesempatan bertemu dengan sejumlah narapidana dari kasus teroris, korban kasus rekayasa yang dipidana hukuman mati. Antara lain saya bertemu John Refra alias Jhon Kei, juga Freddy Budiman," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)