Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri memberikan keterangan kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Maret 2020. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri memberikan keterangan kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Maret 2020. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

KPK Sita Dokumen Bank Garansi di Kasus Korupsi Ekspor Benur

Candra Yuri Nuralam • 23 Maret 2021 08:24
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi untuk mendalami kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster. Lembaga Antikorupsi menyita sejumlah dokumen dari tangan dua saksi itu.
 
"Masing-masing dilakukan penyitaan berbagai dokumen, di antaranya terkait dengan bank garansi senilai Rp52,3 miliar, yang diduga dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih bening lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2020," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, 23 Maret 2021.
 
Kdua orang yang diperiksa tersebut, yakni mantan Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I Habrin Yake, dan Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Rina.

Ali enggan membeberkan lebih rinci dokumen yang disita dari dua orang itu. Alasannya, menjaga kerahasian proses penyidikan.
 
Baca: Edhy Prabowo Diduga Mewajibkan Eksportir Benur Taruh Uang di Bank Garansi
 
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya dalam rasuah ini. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, istri Staf Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
 
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
 
Kementerian Kelautan dan Perikanan diduga melakukan monopoli dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor. 
 
Edhy dan lima orang lainnya disangkakan pasal penerimaan suap. Mereka dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Suharjito dijerat pasal pemberi suap. Dia diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan