medcom.id, Jakarta: Pengusaha dan pejabat Indonesia diduga mencuci uang dan mengemplang pajak melalui jasa kantor hukum di Panama, Mossack Fonseca. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji bakal mempelajari nama-nama pejabat dan pengusaha yang berada dalam dokumen bernama 'Panama Papers' itu.
"KPK mempelajari nama-nama yang ada di dokumen itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat dihubungi, Rabu (6/4/2016).
Dia mengungkapkan jaringan pencucian uang dan penggemplang pajak di luar negeri, seperti tertera dalam Panama Papers, merupakan jaringan internasional. Karena itu penegak hukum sulit mengungkap. Untuk menyeledikisinya harus melibatkan penegak hukum lintas negara.
"Simpanan offshore salah satu kendala yang dihadapi penegak hukum, bukan cuma di Indonesia, juga di luar negeri. Jika jadi barang bukti maka harus melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum luar negeri," terangnya.
Syarif mengungkapkan kesulitan pengusutan uang yang dilarikan ke luar negeri merupakan kendala penegakan hukum. Sehingga dalam perjalannya itu harus menggunaan jaringan kerjasama bilateral, multilateral atau agency to agency.
Sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku mengetahui aliran transaksi yang tertera dalam Panama Papers. PPATK sudah sejak lama bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak membentuk satuan tugas yang juga melibatkan Kejaksaan Agung, dengan Ketua Satgasnya Pemburu Koruptor.
PPATK sudah lama mengantongi data transaksi yang sebagiannya masuk dalam informasi yang tertera dalam 'Panama Papers'. Hal itu seperti transaksi ke Swiss, Panama, Luxemburg, dan BVI.
medcom.id, Jakarta: Pengusaha dan pejabat Indonesia diduga mencuci uang dan mengemplang pajak melalui jasa kantor hukum di Panama, Mossack Fonseca. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji bakal mempelajari nama-nama pejabat dan pengusaha yang berada dalam dokumen bernama 'Panama Papers' itu.
"KPK mempelajari nama-nama yang ada di dokumen itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat dihubungi, Rabu (6/4/2016).
Dia mengungkapkan jaringan pencucian uang dan penggemplang pajak di luar negeri, seperti tertera dalam Panama Papers, merupakan jaringan internasional. Karena itu penegak hukum sulit mengungkap. Untuk menyeledikisinya harus melibatkan penegak hukum lintas negara.
"Simpanan
offshore salah satu kendala yang dihadapi penegak hukum, bukan cuma di Indonesia, juga di luar negeri. Jika jadi barang bukti maka harus melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum luar negeri," terangnya.
Syarif mengungkapkan kesulitan pengusutan uang yang dilarikan ke luar negeri merupakan kendala penegakan hukum. Sehingga dalam perjalannya itu harus menggunaan jaringan kerjasama bilateral, multilateral atau agency to agency.
Sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku mengetahui aliran transaksi yang tertera dalam Panama Papers. PPATK sudah sejak lama bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak membentuk satuan tugas yang juga melibatkan Kejaksaan Agung, dengan Ketua Satgasnya Pemburu Koruptor.
PPATK sudah lama mengantongi data transaksi yang sebagiannya masuk dalam informasi yang tertera dalam 'Panama Papers'. Hal itu seperti transaksi ke Swiss, Panama, Luxemburg, dan BVI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)