Rulliyandi----MTVN/Aulia
Rulliyandi----MTVN/Aulia

Hakim MK Kebingungan dengan Hak Tersangka yang Dipersoalkan Kaligis

M Rodhi Aulia • 16 September 2015 16:35
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) terhadap UUD 1945. Sidang yang diajukan terdakwa kasus suap hakim PTUN Medan, Otto Cornelis Kaligis, ini beragendakan pemeriksaan pendahuluan.
 
"Kami melakukan uji tafsir Pasal 46 Ayat (2) UU KPK, apakah hak tersangka tetap diakui atau tidak dan bagaimana penjelasannya secara rigid," kata kuasa hukum O.C. Kaligis, Muhammad Rullyandi, dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (16/9/2015).
 
Menurut dia, Pasal 46 Ayat (2) UU KPK bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan hak-hak tersangka. Faktanya, pasal itu tidak menjabarkan lebih lanjut mengenai uraian hak-hak tersangka sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Menurut Rulliyandi, Indonesia sebagai negara hukum yang menganut prinsip asas kepastian dan perlindungan harus memberikan jaminan hak konstitusional terhadap seseorang yang masih berstatus sebagai tersangka. Dengan demikian, kata dia, ketentuan a quo berpotensi mengakibatkan terjadinya pengabaian hak tersangka dan kerugian hak konstitusional pemohon.
 
Dalam konteks ini, dia menilai, KPK yang tidak memberikan penangguhan penahanan terhadap Kaligis karena alasan kesehatan dan kemanusiaan adalah sebuah pengabaian hak bagi tersangka. Dasar hukum yang digunakan KPK dalam Pasal 46 Ayat (2), dinilai tidak jelas dan bertentangan dengan UU KUHAP.
 
"Kami berpendapat bahwa Pasal 46 Ayat (2) UU KPK justru berpotensi membatasi hak-hak tersangka karena dapat ditafsirkan secata luas. Terlebih apabila penafsiran dilakukan dengan kepentingan politik," ujar dia.
 
Hakim Ketua Aswanto mengaku masih belum memahami apa yang dimaksud pengabaian hak oleh Kaligis. Dia menduga, Pasal 46 Ayat (2) tersebut tidak ada kaitannya dengan norma, akan tetapi hanya soal implementasi saja. "Saya masih tidak bisa menangkap yang dipersoalkan itu soal norma. Saya berpikir sepintas ini soal impelementasi saja," kata Aswanto.
 
Hakim anggota Suhartoyo menambahkan, KPK kemungkinan belum mempertimbangkan penangguhan penahanan bagi terdakwa O.C. Kaligis sampai saat ini. Di sisi lain, KPK juga memiliki hak subjektif untuk tidak mengabulkan permohonan penangguhan tersebut.
 
"Ilustrasinya, lawyer berhak setiap saat menemui terdakwa di tahanan. Tapi, KPK membuat jadwal khusus untuk bertemu dan tidak sembarang. Karena ada pertimbangan keamanan atau pertimbangan lain. Apakah itu normanya yang keliru atau implementasi aturan di tataran penegak hukum itu (KPK)," ungkap Suhartoyo.
 
Maka dari itu, Suhartoyo meminta Kaligis melalui kuasa hukumnya untuk mempertajam apa yang dimaksud pengabaian hak tersangka selama mendekam dalam jeruji besi KPK. Mereka diberi waktu perbaikan hingga 14 hari ke depan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan