Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Dia dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1 Sukamiskin.
"Untuk menjalani pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan dikurangi selama berada dalam tahanan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 12 Juni 2021.
Ali mengatakan eksekusi itu didasari putusan Pengadilan Tipikor Tingkat Banding pada PT Bandung Nomor : 4 / TIPIKOR/ 2021/PT BDG tanggal 5 Mei 2021. Putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap.
Baca: Kritik Tajam Dipastikan Tak Halangi Komitmen Pemberantasan Korupsi
Lembaga Antikorupsi juga akan menagih pidana denda Budi. Dia diwajibkan membayar denda Rp200 juta dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
"Apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan," ujar Ali.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan 2018. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka dan telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Keenam orang tersebut ialah dua eks anggota DPR, Amin Santono dan Sukiman; serta dua pihak swasta Ahmad Giast dan Eka Kamaluddin. Kemudian, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Terakhir pelaksana tugas serta penanggung jawab Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua, Natan Pasomba.
Perkara yang menjerat Budiman lantaran adanya pemberian Rp700 juta kepada Yaya Purnomo. Pemberian uang itu dimaksudkan agar pada anggaran 2018, Kota Tasikmalaya memperoleh dana DAK Tahun 2018 untuk Dinas Kesehatan sekitar Rp29,9 miliar, DAK prioritas daerah sekitar Rp19,9 miliar, dan DAK Dinas PU dan Penataan Ruang sebesar Rp47,7 miliar.
Budiman disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi mantan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Dia dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1 Sukamiskin.
"Untuk menjalani pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan dikurangi selama berada dalam tahanan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara
KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Sabtu, 12 Juni 2021.
Ali mengatakan eksekusi itu didasari putusan Pengadilan Tipikor Tingkat Banding pada PT Bandung Nomor : 4 / TIPIKOR/ 2021/PT BDG tanggal 5 Mei 2021. Putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap.
Baca:
Kritik Tajam Dipastikan Tak Halangi Komitmen Pemberantasan Korupsi
Lembaga Antikorupsi juga akan menagih pidana denda Budi. Dia diwajibkan membayar denda Rp200 juta dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
"Apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan," ujar Ali.
Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan 2018. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka dan telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Keenam orang tersebut ialah dua eks anggota DPR, Amin Santono dan Sukiman; serta dua pihak swasta Ahmad Giast dan Eka Kamaluddin. Kemudian, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Terakhir pelaksana tugas serta penanggung jawab Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua, Natan Pasomba.
Perkara yang menjerat Budiman lantaran adanya pemberian Rp700 juta kepada Yaya Purnomo. Pemberian uang itu dimaksudkan agar pada anggaran 2018, Kota Tasikmalaya memperoleh dana DAK Tahun 2018 untuk Dinas Kesehatan sekitar Rp29,9 miliar, DAK prioritas daerah sekitar Rp19,9 miliar, dan DAK Dinas PU dan Penataan Ruang sebesar Rp47,7 miliar.
Budiman disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)