Sidang UU Perkawinan di MK (Foto: MI/Imanuel Antonius)
Sidang UU Perkawinan di MK (Foto: MI/Imanuel Antonius)

PGI Setuju Pernikahan Beda Agama

Meilikhah • 05 November 2014 16:00
medcom.id, Jakarta: Berbeda dengan MUI dan PBNU, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyetujui pernikahan beda agama. PGI menilai, secara teologi pasangan yang berbeda agama tidak boleh dilarang untuk menikah.
 
Menurut Komisi Hukum PGI, Nikson Gans Lalu, rumusan Psal 2 ayat (1) melanggar hak asasi manusia, dimana hak warga negara untuk menikah dengan warga negara lain yang berbeda agama telah diabaikan. Hal tersebut mengakibatkan ketidakadilan terutama pada pasangan yang kurang beruntung.
 
"Pasangan beda agama yang secara ekonomi baik dapat melaksanakan pernikahan mereka di luar negeri. Tapi, untuk pasangan yang secara ekonomi kurang beruntung, tidak memiliki kesempatan yang sama," kata Nikson usai persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (5/11/2014).

PGI juga menilai penerapan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan telah mengabaikan realitas Bhineka Tunggal Ika dan sangat menghargai multikulturalisme. Lebih dari itu, PGI menilai manusia memiliki rasa cinta yang bersifat universal dan tak kenal perbedaan warna kulit, keturunan, golongan maupun agama.
 
"Meskipun perkawinan beda agama ini bukan sesuatu yang ideal. Tapi, perkawinan antara orang-orang yang berbeda suku, ras, ataupun agama bukan sesuatu yang mustahil dan seringkali terjadi. Karena itu, rumusan pasal ini harus dibaca kembali dan diinterpretasikan dalam semangat Bhineka Tunggal Ika," tambahnya.
 
PGI memandang, akibat pengabaian ini banyak pasangan berbeda agama yang justru terjebak karena tidak dapat melaksanakan perkawinan. Karena pelarangan tersebut, PGI hawatir akan adanya tindakan melegalkan hidup bersama tanpa pernikahan akibat ketidakmampuan Pasal 2 ayat (1) mengakomodir pasangan-pasangan yang tidak dapat menikah karena berbeda keyakinan.
 
"Interpretasi yang sempit terhadap pasal ini justru berpotensi menciptakan penyimpangan moral dan spiritual karena penolakan catatan sipil terhadap perkawinan pasangan berbeda agama," katanya.
 
PGI juga mendesak pemerintah untuk membuat regulasi atau peraturan yang lebih realistis untuk menyokong unsur Bhineka Tunggal Ika yang multikultural sehingga dapat memfasilitasi perkawinan pasangan yang berbeda agama.
 
Dalam pasal 2 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974 sangat jelas menyebutkan bahwa perkawinan yang sah di muka agama dan negara adalah perkawinan yang sesuai dengan aturan yang telah diatur dalam agama dan kepercayaan masing-masing orang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan