medcom.id, Jakarta: Komisi V DPR RI mengancam akan mempersulit Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam pengusulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN), jika tidak menyetujui usulan program aspirasi sebesar Rp10 triliun. Hal ini yang menjadi kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR RI dan pejabat di Kementerian PUPR.
"Jadi kalau Kementerian PUPR tidak bisa menampung permintaan Komisi V, sebagai kompensasi penandatanganan R-APBN tidak akan dilakukan, pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian," ujar mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (15/8/2016).
Damayanti menuturkan, kesepakatan tersebut dibahas dalam rapat tertutup di ruang Sekretariat Komisi V DPR. Komisi V menyebut rapat tersebut dengan istilah rapat setengah kamar.
Rapat dihadiri pimpinan Komisi V DPR, masing-masing Ketua Kelompok Fraksi, dan pejabat dari Kementerian PUPR. Di antaranya, Sekretaris Jenderal PUPR Taufik Widjojono.
"Anggota Komisi tidak dilibatkan dalam rapat tertutup," ucap dia.
Damayanti menjelaskan, pada awalnya pimpinan Komisi V DPR meminta kompensasi Rp10 triliun kepada Kementerian PUPR yang mendapatkan anggaran sebesar Rp100 triliun. Tapi, angka tersebut tidak disetujui.
Angka tersebut akhirnya tiga kali mengalami penyusutan, menjadi Rp7 triliun, Rp5 triliun dan terakhir disepakati Rp2,8 triliun untuk Direktorat Jenderal Bina Marga.
Dalam pertemuan itu, juga dibahas fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V. Juga disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp450 miliar.
medcom.id, Jakarta: Komisi V DPR RI mengancam akan mempersulit Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam pengusulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN), jika tidak menyetujui usulan program aspirasi sebesar Rp10 triliun. Hal ini yang menjadi kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR RI dan pejabat di Kementerian PUPR.
"Jadi kalau Kementerian PUPR tidak bisa menampung permintaan Komisi V, sebagai kompensasi penandatanganan R-APBN tidak akan dilakukan, pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian," ujar mantan anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (15/8/2016).
Damayanti menuturkan, kesepakatan tersebut dibahas dalam rapat tertutup di ruang Sekretariat Komisi V DPR. Komisi V menyebut rapat tersebut dengan istilah rapat setengah kamar.
Rapat dihadiri pimpinan Komisi V DPR, masing-masing Ketua Kelompok Fraksi, dan pejabat dari Kementerian PUPR. Di antaranya, Sekretaris Jenderal PUPR Taufik Widjojono.
"Anggota Komisi tidak dilibatkan dalam rapat tertutup," ucap dia.
Damayanti menjelaskan, pada awalnya pimpinan Komisi V DPR meminta kompensasi Rp10 triliun kepada Kementerian PUPR yang mendapatkan anggaran sebesar Rp100 triliun. Tapi, angka tersebut tidak disetujui.
Angka tersebut akhirnya tiga kali mengalami penyusutan, menjadi Rp7 triliun, Rp5 triliun dan terakhir disepakati Rp2,8 triliun untuk Direktorat Jenderal Bina Marga.
Dalam pertemuan itu, juga dibahas fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V. Juga disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp450 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)