Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai kepolisian tidak menjalankan prosedur saat menyidik anak-anak pelaku kericuhan aksi 22 Mei 2019. Penyidikan disebut masih menggunakan penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang.
"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan inisial GL (17 tahun) dan FY (17 tahun) ditangkap pada 22 Mei, ditangkap dan digiring dengan paksa lalu direndam di kolam yang sudah kotor dan berwarna hijau sekitar Polsek Metro Gambir," kata Staf Pembela HAM KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Juli 2019.
Andi menyebut keduanya mengalami pemukulan. FY dipukul di bagian dada sebanyak tiga kali, dan GL dipukul dua kali di bagian dada dan punggung.
"Setelah itu mereka kembali dimasukkan ke dalam sel tahanan bersama tahanan lainnya yang sudah usia dewasa. Mendapat ancaman pukul," ujar Andi.
(Baca juga: Polisi Bantah Membatasi Akses Keluarga Tersangka Kerusuhan)
Tak sampai di situ, keduanya lalu dibawa ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan itu keduanya tak didampingi pihak keluarga.
KontraS menilai polisi melanggar Pasal 64 huruf e Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Serta Pasal 3 huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-undang menyebut setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiwai, serta merendahkan derajat dan martabatnya.
"Polisi juga diduga melanggar Pasal 37 huruf a konvenan hak-hak anak, yang menjelaskan negara harus menjamin, tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan," pungkas Andi.
Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai kepolisian tidak menjalankan prosedur saat menyidik anak-anak pelaku kericuhan aksi 22 Mei 2019. Penyidikan disebut masih menggunakan penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang.
"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan inisial GL (17 tahun) dan FY (17 tahun) ditangkap pada 22 Mei, ditangkap dan digiring dengan paksa lalu direndam di kolam yang sudah kotor dan berwarna hijau sekitar Polsek Metro Gambir," kata Staf Pembela HAM KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Juli 2019.
Andi menyebut keduanya mengalami pemukulan. FY dipukul di bagian dada sebanyak tiga kali, dan GL dipukul dua kali di bagian dada dan punggung.
"Setelah itu mereka kembali dimasukkan ke dalam sel tahanan bersama tahanan lainnya yang sudah usia dewasa. Mendapat ancaman pukul," ujar Andi.
(Baca juga:
Polisi Bantah Membatasi Akses Keluarga Tersangka Kerusuhan)
Tak sampai di situ, keduanya lalu dibawa ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada pemeriksaan itu keduanya tak didampingi pihak keluarga.
KontraS menilai polisi melanggar Pasal 64 huruf e Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Serta Pasal 3 huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-undang menyebut setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiwai, serta merendahkan derajat dan martabatnya.
"Polisi juga diduga melanggar Pasal 37 huruf a konvenan hak-hak anak, yang menjelaskan negara harus menjamin, tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan," pungkas Andi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)