Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah sepuluh orang yang diyakini berkaitan dengan penanganan kasus Bupati nonaktif Meranti Muhammad Adil. Sebanyak delapan pihak merupakan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Riau.
"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap sepuluh orang, delapan orang diantaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang swasta," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 15 Mei 2023.
Pencegahan dilakukan sejak 10 Mei 2023. Larangan ke luar negeri itu berlaku selama enam bulan dan bisa diperpanjang jika dibutuhkan penyidik.
"Untuk menguatkan pembuktian unsur-unsur pasal dugaan suap yang diterima tersangka MA (Muhammad Adil) dan kawan-kawan," ucap Ali.
KPK berharap mereka semua tidak mencoba melarikan diri. Keterangannya dibutuhkan penyidik untuk menyelesaikan berkas perkara para tersangka.
KPK menetapkan tiga tersangka usai melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti, Riau, pada Kamis, 6 April 2023. Para tersangka ialah Muhammad Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Mereka diduga terlibat dugaan suap penerimaan fee jasa umroh dan pengondisian pemeriksaan keuangan. Kasus ini masih didalami penyidik KPK.
Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah sepuluh orang yang diyakini berkaitan dengan penanganan kasus Bupati nonaktif
Meranti Muhammad Adil. Sebanyak delapan pihak merupakan pegawai
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di
Riau.
"KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap sepuluh orang, delapan orang diantaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang swasta," kata juru bicara bidang penindakan
KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 15 Mei 2023.
Pencegahan dilakukan sejak 10 Mei 2023. Larangan ke luar negeri itu berlaku selama enam bulan dan bisa diperpanjang jika dibutuhkan penyidik.
"Untuk menguatkan pembuktian unsur-unsur pasal dugaan suap yang diterima tersangka MA (Muhammad Adil) dan kawan-kawan," ucap Ali.
KPK berharap mereka semua tidak mencoba melarikan diri. Keterangannya dibutuhkan penyidik untuk menyelesaikan berkas perkara para tersangka.
KPK menetapkan tiga tersangka usai melakukan
operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti, Riau, pada Kamis, 6 April 2023. Para tersangka ialah Muhammad Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih, dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Mereka diduga terlibat dugaan suap penerimaan fee jasa umroh dan pengondisian pemeriksaan keuangan. Kasus ini masih didalami penyidik KPK.
Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)