medcom.id, Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialias Akbar ditangkap diduga karena menerima suap terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uji materi itu sudah diputuskan dan tinggal dibacakan pada 7 Februari 2017.
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, perkara nomor 129 tentang uji materi UU No 41/2014 telah diputuskan melalui Rapat Permusyawartan Hakim (RPH).
"Draft putusannya memang sudah ada, tinggal dibacakan. Tanggal 7 Februari 2017 dibacakan. Ada atau tidaknya kasus ini, panitera memang sudah menjadwalkan (pembacaan)," kata Arief di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).
Arief membantah proses persidangan perkara tersebut lambat. Dia merinci, perkara baru masuk ke MK akhir 2015 dan selesai disidangkan Mei 2016. Setelah disidangkan, hakim akan mempelajari perkara tersebut untuk dibawa ke RPH dan diputuskan.
"Jadi tergantung kompleksitasnya, ada perkara yang mudah ada juga yang tidak. RPH tidak bisa hanya sekali bertemu, bisa beberapa kali tergantung kompleksitasnya," kata Arief.
Arief mengatakan, usai persidangan, hakim panel diizinkan membawa pulang perkara buat dipelajari. Namun, jika disalahgunakan, hal itu murni keinginan pribadi.
"Peristiwa itu terjadi tergantung integritas dan moralitas yang bersangkutan. Siapapun ketuanya, anggotanya, bisa terjadi (penyalahgunaan), tergantung integritas dan moralitas," kata Arief.
KPK menangkap dan menetapkan Patrialis sebagai tersangka kasus suap terkait judicial review UU 41 Tahun 2014. Patrialis ditangkap bersama Kamaludin selaku perantara, Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging dan sekretarisnya Ng Fenny.
Patrialis diduga menerima hadiah sebanyak USD 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura dari Basuki.
Patrialis dan Kamaludin selaku penerima suap dijerat Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Basuki dan Fenny sebagai pemberi suap dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/dN6dmEPk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialias Akbar ditangkap diduga karena menerima suap terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Uji materi itu sudah diputuskan dan tinggal dibacakan pada 7 Februari 2017.
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, perkara nomor 129 tentang uji materi UU No 41/2014 telah diputuskan melalui Rapat Permusyawartan Hakim (RPH).
"Draft putusannya memang sudah ada, tinggal dibacakan. Tanggal 7 Februari 2017 dibacakan. Ada atau tidaknya kasus ini, panitera memang sudah menjadwalkan (pembacaan)," kata Arief di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2017).
Arief membantah proses persidangan perkara tersebut lambat. Dia merinci, perkara baru masuk ke MK akhir 2015 dan selesai disidangkan Mei 2016. Setelah disidangkan, hakim akan mempelajari perkara tersebut untuk dibawa ke RPH dan diputuskan.
"Jadi tergantung kompleksitasnya, ada perkara yang mudah ada juga yang tidak. RPH tidak bisa hanya sekali bertemu, bisa beberapa kali tergantung kompleksitasnya," kata Arief.
Arief mengatakan, usai persidangan, hakim panel diizinkan membawa pulang perkara buat dipelajari. Namun, jika disalahgunakan, hal itu murni keinginan pribadi.
"Peristiwa itu terjadi tergantung integritas dan moralitas yang bersangkutan. Siapapun ketuanya, anggotanya, bisa terjadi (penyalahgunaan), tergantung integritas dan moralitas," kata Arief.
KPK menangkap dan menetapkan Patrialis sebagai tersangka kasus suap terkait judicial review UU 41 Tahun 2014. Patrialis ditangkap bersama Kamaludin selaku perantara, Basuki Hariman selaku pengusaha impor daging dan sekretarisnya Ng Fenny.
Patrialis diduga menerima hadiah sebanyak USD 20 ribu dan 200 ribu dolar Singapura dari Basuki.
Patrialis dan Kamaludin selaku penerima suap dijerat Pasal 12c atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) seperti diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Basuki dan Fenny sebagai pemberi suap dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)