Ilustrasi gizi buruk/Media Indonesia
Ilustrasi gizi buruk/Media Indonesia

Ugal-ugalan Kelola Dana Penanganan Stunting

Candra Yuri Nuralam • 23 Juni 2023 10:07
Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram merespons penggunaan anggaran untuk penanganan stunting. Sebab, hanya Rp2 miliar dari Rp10 miliar dana penanganan stunting yang fokus menanggulangi gizi buruk, dengan membeli telur, susu, daging, dan sayur, untuk masyarakat.
 
Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menyebut amarah Jokowi terkait penanganan stunting di Indonesia itu bukan lah yang pertama. Kepala Negara sudah memberikan peringatan agar pengelolaan dana penanggulangan stunting tak ugal-ugalan. Peringatan Jokowi itu dibeberkan sejak awal menjabat pada periode keduanya.
 
"Presiden Jokowi menegaskan bahwa prioritas pembangunan bukan sebatas output tapi harus sampai manfaat dan dampak, atau sering disebut 'not only sent but delivered'," kata Tenaga Ahli Pencegahan Korupsi Stranas PK Fridolin Berek kepada Medcom.id, Jumat, 23 Juni 2023.

Fridolin menjelaskan hiruk pikuk dalam penanganan stunting ini terjadi karena buruknya pengelolaan anggaran dari pusat sampai desa. Alokasi penyaluran dana kerap tidak tepat sasaran.
 
Baca: Pemerintah Kejar Target Penurunan Stunting 14% pada 2024

"Kegagalan alokasi artinya anggaran dialokasikan untuk hal-hal yang tidak sesuai kebutuhan atau untuk hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan," ucap Fridolin.
 
Masalah lain yang ditemukan Stranas PK yakni penyalahgunaan dana penanganan stunting. Pemerintah daerah kerap menggunakan uangnya untuk menambah makanan anak-anak sekolah sampai membeli kendaraan baru.
 
"Faktanya berbagai daerah justru membelanjakan anggaran stunting untuk makanan tambahan bagi anak-anak usia sekolah dan yang lebih miris lagi membelikan motor dinas bagi pegawai puskesmas atau memperbaiki pagar puskesmas," ujar Fridolin.
 
Penggunaan dana itu tak tepat, sebab pencegahan stunting harusnya memastikan ketersediaan asupan gizi yang seimbang. Khususnya, kepada ibu hamil dan anak berusia seratus hari pertama.
 
Fridolin menyebut permasalahan itu terjadi karena para pemangku kepentingan mengabaikan sistem informasi pemerintahan daerah (SIPD). Banyak pejabat beranggapan wadah itu tidak bisa digunakan untuk mengatur dan menjelaskan penggunaan dana stunting.
 
SIPD sejatinya digunakan untuk menyelaraskan tindakan pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program prioritas nasional. Termasuk, penanganan stunting.
 
"Secara digital, proses evaluasi program dan kegiatan maupun dokumen APBD ini dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat," terang Fridolin.
 
Sistem itu juga bisa membuat pengeluaran kebutuhan daerah menjadi lebih relevan. Pemborosan dana dipastikan bisa diminimalisasi.
 
"Pemborosan dalam bentuk pengalokasian belanja pegawai yang terlalu besar dapat dibatasi melalui penetapan porsi maksimal setiap daerah," ucap Fridolin.
 
Stranas PK bakal mendorong SIPD menjadi aplikasi umum dalam di kalangan pemerintah pusat dan daerah pada pertengahan tahun ini. Sosialisasinya bakal digencarkan ke seluruh Indonesia.
 
"Melalui penerapan secara menyeluruh ini, kontrol dan pengendalian secara terpusat dapat dilakukan dengan cepat," kata Fridolin.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan