Jakarta: Ditangkapnya Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara dinilai sebagai momentum pembenahan oleh pemerintah. Pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk bantuan sosial (bansos) covid-19 diminta dievaluasi.
"Dorongan kami adalah dengan membuat PBJ direncanakan serta dikelola secara transparan," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni dalam keterangan tertulis kepada Medcom.id, Senin, 7 Desember 2020.
ICW telah memetakan sejumlah masalah PBJ bansos. Misalnya penunjukan langsung tanpa proses lelang hingga metode distribusi yang masih banyak penyimpangan.
"Masalah distribusi misalnya adanya pemotongan, pungutan liar, inclusion, dan exclusion error akibat pendataan yang tidak update, hingga politisasi," ucap Dewi.
Soal transparansi, lanjut Dewi, pemerintah mesti menginformasikan perencanaan pengadaan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), serta memublikasikan realisasi pengadaan. Hal ini berguna agar publik mengawasi proses pengadaannya.
Baca: Aliran Uang Haram Bansos Covid-19 ke Parpol Segera Diusut
Dewi menegaskan situasi darurat bukan pembenar untuk menutup informasi. Justru pengadaan dalam situasi darurat rawan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Kondisi darurat pada dasarnya bukan pembenar untuk kemudian menutup informasi dan melakukan pengadaan di ruang gelap," ujar Dewi.
ICW tak memungkiri masyarakat membutuhkan bantuan cepat di tengah pandemi covid-19. Sehingga penunjukan langsung dalam PBJ sah saja dilakukan. Tetapi, kegiatan itu dirusak dengan praktik korupsi.
"Fakta bahwa ternyata bantuan yang diberikan oleh pemerintah dikorupsi oleh pejabat Kementerian Sosial, garda utama pemerintah dalam pelaksanaan program pemberian bansos, sangat mengecewakan, dan melukai warga," ucap Dewi.
Jakarta: Ditangkapnya Menteri Sosial (Mensos)
Juliari P Batubara dinilai sebagai momentum pembenahan oleh pemerintah. Pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk bantuan sosial (bansos) covid-19 diminta dievaluasi.
"Dorongan kami adalah dengan membuat PBJ direncanakan serta dikelola secara transparan," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni dalam keterangan tertulis kepada
Medcom.id, Senin, 7 Desember 2020.
ICW telah memetakan sejumlah masalah PBJ
bansos. Misalnya penunjukan langsung tanpa proses lelang hingga metode distribusi yang masih banyak penyimpangan.
"Masalah distribusi misalnya adanya pemotongan, pungutan liar, inclusion, dan exclusion error akibat pendataan yang tidak
update, hingga politisasi," ucap Dewi.
Soal transparansi, lanjut Dewi, pemerintah mesti menginformasikan perencanaan pengadaan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), serta memublikasikan realisasi pengadaan. Hal ini berguna agar publik mengawasi proses pengadaannya.
Baca: Aliran Uang Haram Bansos Covid-19 ke Parpol Segera Diusut
Dewi menegaskan situasi darurat bukan pembenar untuk menutup informasi. Justru pengadaan dalam situasi darurat rawan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Kondisi darurat pada dasarnya bukan pembenar untuk kemudian menutup informasi dan melakukan pengadaan di ruang gelap," ujar Dewi.
ICW tak memungkiri masyarakat membutuhkan bantuan cepat di tengah pandemi covid-19. Sehingga penunjukan langsung dalam PBJ sah saja dilakukan. Tetapi, kegiatan itu dirusak dengan praktik korupsi.
"Fakta bahwa ternyata bantuan yang diberikan oleh pemerintah dikorupsi oleh pejabat Kementerian Sosial, garda utama pemerintah dalam pelaksanaan program pemberian bansos, sangat mengecewakan, dan melukai warga," ucap Dewi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)