medcom.id, Jakarta: Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia mengaku dimintai keterangan soal hak interpelasi yang sempat akan digunakan DPRD Sumut. Belakangan, interpelasi itu tidak jadi dilakukan.
"Saya diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk interpelasi," kata Gatot usai diperiksa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (8/9/2015).
Kasus ini masih dalam penyelidikan di lembaga antikorupsi. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu belum bisa menjelaskan banyak soal duduk perkara kasus tersebut. "Ya ada beberapa permasalahan. Tadi saya dimintai keterangan sebagai saksi," ucap dia.
Suami dari Evy Susanti hanya menjelaskan beberapa hal soal interpelasi yang sempat digelorakan para fraksi di DPRD Sumut. Mulutnya masih tertutup rapat mengenai kasus ini.
"Interpelasi kan hak bertanya saja," jelas dia. "Saya dimintai keterangan sebagai saksi. Nanti bisa ditanyakan kepada penyidik ya."
KPK sedang membuka kemungkinan penyelidikan baru hasil pengembangan kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Lembaga antikorupsi pun gencar memeriksa beberapa saksi terkait kasus tersebut.
"Iya, kemungkinan selalu ada," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, lndriyanto Seno Adji, saat dikonfirmasi, Selasa siang.
Dugaan adanya penyelidikan baru tersebut muncul dengan kehadiran Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah di Gedung KPK, Senin 7 September kemarin. Padahal, nama dia tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan penyidikan perkara di KPK.
Politikus Golkar itu enggan mengakui kedatangannya ke lembaga antikorupsi untuk diminta keterangannya. Dia mengaku diundang KPK hanya untuk mengobrol.
Namun, dia tidak menampik salah satu hal yang dibahas mengenai hak interpelasi DPRD terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. "(Bahas) macam-macam," kata Ajib, Senin kemarin.
Informasi dihimpun, KPK memang tengah mengembangkan kasus terkait Gubernur Gatot dengan membuka penyelidikan baru. Penyelidikan itu terkait hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD terhadap Gatot namun akhirnya batal dilaksanakan.
Pada 13 Agustus silam, lembaga antikorupsi menggeledah Kantor DPRD Sumut dalam kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan. Dari sana, KPK menyita dokumen interpelasi terhadap Gubernur Gatot, daftar hadir dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.
Arus penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot mengencang pada Maret lalu. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6000.
Hak interpelasi ini terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Provinsi Sumut tahun 2013. Lalu hal ini berkaitan dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri No 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014.
Namun, pada rapat paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain.
Ajib membantah bila hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas, batal digunakan karena ada bagi-bagi uang dari Gubernur ke anggota DPRD. Pembatalan interpelasi, kata dia, adalah putusan bersama para wakil rakyat.
"Bagi-bagi apa? Itu kan hak masing-masing anggota, kalau bicara interpelasi, hak masing-masing anggota. Boleh gunakan haknya boleh enggak," jelas Ajib.
medcom.id, Jakarta: Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia mengaku dimintai keterangan soal hak interpelasi yang sempat akan digunakan DPRD Sumut. Belakangan, interpelasi itu tidak jadi dilakukan.
"Saya diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk interpelasi," kata Gatot usai diperiksa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (8/9/2015).
Kasus ini masih dalam penyelidikan di lembaga antikorupsi. Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu belum bisa menjelaskan banyak soal duduk perkara kasus tersebut. "Ya ada beberapa permasalahan. Tadi saya dimintai keterangan sebagai saksi," ucap dia.
Suami dari Evy Susanti hanya menjelaskan beberapa hal soal interpelasi yang sempat digelorakan para fraksi di DPRD Sumut. Mulutnya masih tertutup rapat mengenai kasus ini.
"Interpelasi kan hak bertanya saja," jelas dia. "Saya dimintai keterangan sebagai saksi. Nanti bisa ditanyakan kepada penyidik ya."
KPK sedang membuka kemungkinan penyelidikan baru hasil pengembangan kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Lembaga antikorupsi pun gencar memeriksa beberapa saksi terkait kasus tersebut.
"Iya, kemungkinan selalu ada," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, lndriyanto Seno Adji, saat dikonfirmasi, Selasa siang.
Dugaan adanya penyelidikan baru tersebut muncul dengan kehadiran Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah di Gedung KPK, Senin 7 September kemarin. Padahal, nama dia tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan penyidikan perkara di KPK.
Politikus Golkar itu enggan mengakui kedatangannya ke lembaga antikorupsi untuk diminta keterangannya. Dia mengaku diundang KPK hanya untuk mengobrol.
Namun, dia tidak menampik salah satu hal yang dibahas mengenai hak interpelasi DPRD terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. "(Bahas) macam-macam," kata Ajib, Senin kemarin.
Informasi dihimpun, KPK memang tengah mengembangkan kasus terkait Gubernur Gatot dengan membuka penyelidikan baru. Penyelidikan itu terkait hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD terhadap Gatot namun akhirnya batal dilaksanakan.
Pada 13 Agustus silam, lembaga antikorupsi menggeledah Kantor DPRD Sumut dalam kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan. Dari sana, KPK menyita dokumen interpelasi terhadap Gubernur Gatot, daftar hadir dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.
Arus penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot mengencang pada Maret lalu. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6000.
Hak interpelasi ini terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Provinsi Sumut tahun 2013. Lalu hal ini berkaitan dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri No 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014.
Namun, pada rapat paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu bersikap abstain.
Ajib membantah bila hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas, batal digunakan karena ada bagi-bagi uang dari Gubernur ke anggota DPRD. Pembatalan interpelasi, kata dia, adalah putusan bersama para wakil rakyat.
"Bagi-bagi apa? Itu kan hak masing-masing anggota, kalau bicara interpelasi, hak masing-masing anggota. Boleh gunakan haknya boleh enggak," jelas Ajib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)