Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku terkejut dengan putusan kasasi mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Sebab, majelis hakim Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara, lebih rendah dari tingkat banding yakni 15 tahun penjara.
"Saya agak syok mendengarnya bahwa hukumannya diturunkan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 13 Desember 2018.
Dalam putusannya, majelis Hakim Agung yang terdiri dari Ketua Majelis Salman Luthan, dengan anggota LL Hutagalung dan Syamsul Rakan Chaniago menyatakan Nur Alam hanya terbukti menerima gratifikasi yang diatur dalam Pasal 12 B UU Tipikor. Sementara, Pasal 3 yang mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dan suatu korporasi yang merugikan keuangan negara dinyatakan tidak terbukti.
Meski mengaku kaget dengan putusan itu, kata Syarif, lembaganya tetap menghormati putusan kasasi MA, yang memotong hukuman Nur Alam. KPK harus menerima putusan tersebut. "Yah itulah yang harus kami terima, saya rasa seperti itu," ucapnya.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta sebelumnya menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara terhadap Nur Alam, atas perkara korupsi dalam Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB). Hukuman ini lebih berat tiga tahun dibanding putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan vonis 12 tahun pidana penjara.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku terkejut dengan putusan kasasi mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Sebab, majelis hakim Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara, lebih rendah dari tingkat banding yakni 15 tahun penjara.
"Saya agak syok mendengarnya bahwa hukumannya diturunkan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 13 Desember 2018.
Dalam putusannya, majelis Hakim Agung yang terdiri dari Ketua Majelis Salman Luthan, dengan anggota LL Hutagalung dan Syamsul Rakan Chaniago menyatakan Nur Alam hanya terbukti menerima gratifikasi yang diatur dalam Pasal 12 B UU Tipikor. Sementara, Pasal 3 yang mengatur mengenai penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dan suatu korporasi yang merugikan keuangan negara dinyatakan tidak terbukti.
Meski mengaku kaget dengan putusan itu, kata Syarif, lembaganya tetap menghormati putusan kasasi MA, yang memotong hukuman Nur Alam. KPK harus menerima putusan tersebut. "Yah itulah yang harus kami terima, saya rasa seperti itu," ucapnya.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta sebelumnya menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara terhadap Nur Alam, atas perkara korupsi dalam Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB). Hukuman ini lebih berat tiga tahun dibanding putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan vonis 12 tahun pidana penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)