Jakarta: Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut hampir semua tahanan memberikan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Sebagian tidak memberikan uang pelicin karena tidak mampu.
“Sebagian besar, hampir 90 persen memberikan (pungli),” kata anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2024.
Albertina mengamini ada tahanan KPK yang tidak mampu meski terlibat kasus korupsi. Mereka berstatus pegawai biasa yang bukan pegawai negeri.
“Apakah ada yang tidak memberikan? Ada, karena ketidakmampuannya. Contohnya (tidak) semua tahanan korupsi itu mampu, misalnya hanya (berprofesi sebagai) ajudan, belum pegawai negeri, dan sebagainya,” ucap Albertina.
Sebanyak 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan melanggar etik karena menerima pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Total, 90 karyawan Lembaga Antirasuah terlibat.
“Jadi ada dua, satu mengenai putusan yang berhubungan dengan penyatuan sanksi berat sebagimana yang saya sampaikan tadi ada berjumlah 78 terperiksa,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2024.
Tumpak mengatakan hukuman untuk mereka yakni diminta meminta maaf secara terbuka langsung. Hukuman itu dinilai yang tertinggi dalam sanksi etik untuk aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan aturan yang berlaku.
Sebanyak 12 pegawai dilepaskan dari sanski etik meski terbukti menerima pungli di rutan KPK. Alasan Dewas Lembaga Antirasuah membiarkan mereka yakni karena penerimaan terjadi sebelum instansi pemantau terbangun.
Jakarta: Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menyebut hampir semua tahanan memberikan pungutan liar (
pungli) di rumah
tahanan (rutan). Sebagian tidak memberikan uang pelicin karena tidak mampu.
“Sebagian besar, hampir 90 persen memberikan (pungli),” kata anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2024.
Albertina mengamini ada tahanan KPK yang tidak mampu meski terlibat kasus korupsi. Mereka berstatus pegawai biasa yang bukan pegawai negeri.
“Apakah ada yang tidak memberikan? Ada, karena ketidakmampuannya. Contohnya (tidak) semua tahanan korupsi itu mampu, misalnya hanya (berprofesi sebagai) ajudan, belum pegawai negeri, dan sebagainya,” ucap Albertina.
Sebanyak 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan melanggar etik karena menerima pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Total, 90 karyawan Lembaga Antirasuah terlibat.
“Jadi ada dua, satu mengenai putusan yang berhubungan dengan penyatuan sanksi berat sebagimana yang saya sampaikan tadi ada berjumlah 78 terperiksa,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2024.
Tumpak mengatakan hukuman untuk mereka yakni diminta meminta maaf secara terbuka langsung. Hukuman itu dinilai yang tertinggi dalam sanksi etik untuk aparatur sipil negara (ASN) berdasarkan aturan yang berlaku.
Sebanyak 12 pegawai dilepaskan dari sanski etik meski terbukti menerima pungli di rutan KPK. Alasan Dewas Lembaga Antirasuah membiarkan mereka yakni karena penerimaan terjadi sebelum instansi pemantau terbangun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)