Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly/MI/Susanto
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly/MI/Susanto

Yasonna Kesal Dituding Ingin Meringankan Hukuman Koruptor

Achmad Zulfikar Fazli • 22 Agustus 2016 11:28
medcom.id, Jakarta: Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly kesal disebut ingin meringankan hukuman koruptor melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Menurut dia, revisi ini hanya bertujuan membuat PP sesuai ketentuan.
 
"Orang-orang kan mikirnya seolah-olah kita mau meringankan koruptor. Cara berpikirnya saya enggak suka. Seolah-olah mau bagi-bagi remisi. Padahal kita cuma mau menempatkan sistem dengan benar," kata Yasonna di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2016).
 
Yasonna menilai, ketentuan dalam PP saat ini belum tepat. Sebab, PP masih mengatur ketentuan justice collaborator (JC).

Menurut dia, JC seharusnya tidak diatur di dalam PP. Sesuai ketentuan yang diatur secara umum di dalam surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 serta UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), proses JC ditempatkan di pengadilan.
 
"Di situ kritiknya. Kalau itu ditempatkan nanti di dalam PP, itu bisa jadi disktriminatif," ujar dia.
 
Yasonna Kesal Dituding Ingin Meringankan Hukuman Koruptor
Menkumham Yasonna Laoly/MI/Panca Syurkani
 
Mantan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan ini menegaskan, revisi hanya untuk membenahi sistem hukum yang diatur dalam PP, bukan mempermudah pemberian remisi terhadap koruptor. Remisi, tegas dia, tak bisa serta merta diberikan tanpa adanya koordinasi dengan aparat penegak hukum terkait.
 
"Pemberian remisi harus dibentuk sistem, dibentuk tim, sesuai masing-masing kejahatannya. Kalau koruptor ada KPK, teroris ada BNPT, narkoba ada BNN. Kita bahas orang ini layak enggak dapat remisi. Jadi enggak sembunyi-sembunyi orang mau dapat remisi, urus JC," kata dia.
 
Wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi polemik. KPK dan sejumlah pegiat antikorupsi menolak rencana tersebut.
 
Dalam draf revisi PP disebutkan ketentuan justice collabolator (JC) sebagai syarat remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika dihilangkan. Dengan demikian, terpidana kasus tersebut bisa mendapat remisi dengan dua syarat pokok, yakni berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga masa pidananya.
 
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya sudah mengambil langkah dengan mengirim perwakilan dari Biro Hukum KPK. "Kita kirim perwakilan ke sana (Kemkumham) untuk tetap melakukan penolakan," kata Agus di Gedung KPK, Jalan H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin 15 Agustus 2016.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan