Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil anggota DPR yang ditemui Bupati nonaktif Pemalang Mukti Agung Wibowo sebelum operasi tangkap tangan (OTT) terjadi jika diminta penyidik. Lembaga Antikorupsi tidak bisa sembarangan memanggil saksi jika tidak dibutuhkan penyidik.
"Pemanggilan saksi sesuai kebutuhan penyidikan, yang artinya jika diperlukan keterangannya maka siapapun akan dipanggil sebagai saksi dalam perkara ini," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Kamis, 1 September 2022.
Ali mengatakan penyidik mempunyai hak untuk memeriksa siapapun yang mengetahui dugaan suap yang dilakukan Mukti. Pemanggilan ini tidak bisa diintervensi siapapun karena kebutuhan pemeriksaan cuma diketahui penyidik.
Ali juga mengatakan KPK masih terus mendalami kasus ini. Sejumlah saksi masih dimintai keterangan untuk mendalami perkara.
"Sejauh ini tim masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi di Pemalang," ujar Ali.
KPK menetapkan enam tersangka dalam perkara dugaan suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Pemalang pada 2021-2022. Yakni, Bupati nonaktif Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW); Komisaris PD Aneka Usaha (AU) Adi Jumal Widodo (AJW); penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Slamet Masduki (SM); Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sugiyanto (SG); Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Yanuarius Nitbani (YN); dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Mohammad Saleh (MS).
Slamet, Sugiyanto, Yanuarius, dan Saleh selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Mukti dan Adi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) bakal memanggil anggota DPR yang ditemui Bupati nonaktif Pemalang Mukti Agung Wibowo sebelum operasi tangkap tangan (
OTT) terjadi jika diminta penyidik. Lembaga
Antikorupsi tidak bisa sembarangan memanggil saksi jika tidak dibutuhkan penyidik.
"Pemanggilan saksi sesuai kebutuhan penyidikan, yang artinya jika diperlukan keterangannya maka siapapun akan dipanggil sebagai saksi dalam perkara ini," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri kepada Medcom.id, Kamis, 1 September 2022.
Ali mengatakan penyidik mempunyai hak untuk memeriksa siapapun yang mengetahui dugaan suap yang dilakukan Mukti. Pemanggilan ini tidak bisa diintervensi siapapun karena kebutuhan pemeriksaan cuma diketahui penyidik.
Ali juga mengatakan KPK masih terus mendalami kasus ini. Sejumlah saksi masih dimintai keterangan untuk mendalami perkara.
"Sejauh ini tim masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi di Pemalang," ujar Ali.
KPK menetapkan enam tersangka dalam perkara dugaan suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Pemalang pada 2021-2022. Yakni, Bupati nonaktif Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW); Komisaris PD Aneka Usaha (AU) Adi Jumal Widodo (AJW); penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Slamet Masduki (SM); Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sugiyanto (SG); Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Yanuarius Nitbani (YN); dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Mohammad Saleh (MS).
Slamet, Sugiyanto, Yanuarius, dan Saleh selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Mukti dan Adi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)