Jakarta: Tim kuasa hukum tersangka kasus dugaan suap terkait dana hibah KONI 2018, Imam Nahrawi mempersoalkan penahanan kliennya. Salah seorang pengacara Imam Nahrawi, Imam Saleh menilai penahanan eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu tidak sah.
Hal diungkapkan Saleh karena Imam ditahan pada tanggal 27 September 2019. Sementara Ketua KPK Agus Raharjo telah menyerahkan mandat sebagai pimpinan KPK pada Presiden Joko Widodo 13 September 2019.
Namun, pernyataan itu ditepis anggota biro hukum KPK, Raden Natalia Kristanto. Dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan Imam Nahrawi, Natalia menegaskan penyerahan mandat tidak dikenal dalam Undang-Undang KPK.
"Sampai dengan dilakukan penahanan dan perpanjangan penahanan (Imam), pimpinan KPK yang berjumlah lima orang tidak ada yang meninggal dunia, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana, mengundurkan diri atau pun dikenakan sanksi berdasarkan UU KPK," kata Natalia usai persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 5 November 2019.
Atas dasar itulah Natalia menyebut penahanan dan perpanjangan penahanan kepada Imam adalah sah. Selain itu dia juga menyebut pengembalian mandat bukanlah sesuatu hal yang dikenal secara hukum.
"Artinya, secara hukum yuridis tetap konsekuensinya bahwa lima orang pimpinan yang masih duduk di KPK ini, masih mempunyai kewenangan yang melekat sebagaimana telah diatur dalam UU," jelas dia.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya (aspri) Miftahul Ulum. Imam diduga menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp26,5 miliar melalui Ulum.
Pemberian uang itu sebagai komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Imam menerima suap dan gratifikasi itu sebagai ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan menpora.
Penetapan tersangka Imam hasil pengembangan dari perkara lima tersangka. Mereka adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Pumamo, dan Staf Kemenpora Eko Tryanto. Kelimanya telah divonis bersalah di pengadilan tingkat pertama.
Imam dan Miftahul dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Tim kuasa hukum tersangka kasus dugaan suap terkait dana hibah KONI 2018, Imam Nahrawi mempersoalkan penahanan kliennya. Salah seorang pengacara Imam Nahrawi, Imam Saleh menilai penahanan eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu tidak sah.
Hal diungkapkan Saleh karena Imam ditahan pada tanggal 27 September 2019. Sementara Ketua KPK Agus Raharjo telah menyerahkan mandat sebagai pimpinan KPK pada Presiden Joko Widodo 13 September 2019.
Namun, pernyataan itu ditepis anggota biro hukum KPK, Raden Natalia Kristanto. Dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan Imam Nahrawi, Natalia menegaskan penyerahan mandat tidak dikenal dalam Undang-Undang KPK.
"Sampai dengan dilakukan penahanan dan perpanjangan penahanan (Imam), pimpinan KPK yang berjumlah lima orang tidak ada yang meninggal dunia, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana, mengundurkan diri atau pun dikenakan sanksi berdasarkan UU KPK," kata Natalia usai persidangan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 5 November 2019.
Atas dasar itulah Natalia menyebut penahanan dan perpanjangan penahanan kepada Imam adalah sah. Selain itu dia juga menyebut pengembalian mandat bukanlah sesuatu hal yang dikenal secara hukum.
"Artinya, secara hukum yuridis tetap konsekuensinya bahwa lima orang pimpinan yang masih duduk di KPK ini, masih mempunyai kewenangan yang melekat sebagaimana telah diatur dalam UU," jelas dia.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya (aspri) Miftahul Ulum. Imam diduga menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp26,5 miliar melalui Ulum.
Pemberian uang itu sebagai komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018. Imam menerima suap dan gratifikasi itu sebagai ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan menpora.
Penetapan tersangka Imam hasil pengembangan dari perkara lima tersangka. Mereka adalah Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy, Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy, Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Pumamo, dan Staf Kemenpora Eko Tryanto. Kelimanya telah divonis bersalah di pengadilan tingkat pertama.
Imam dan Miftahul dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)