Surabaya: Presiden Joko Widodo meminta jajarannya mengembangkan alat utama sistem senjata (alutsista) ke arah teknologi militer serba digital. Ia meyakini industri pertahanan Indonesia mampu melakukan itu.
"Saya minta agar pengembangan alutsista kita mampu menyerap dan mengadopsi pengembangan teknologi militer terkini, yang serba digital," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait Kebijakan Pengembangan Alutsista di Hanggar Fasilitas Produksi Kapal Selam, PT PAL, Surabaya, Jawa Timur, Senin, 27 Januari 2020.
Ia menyebut pengembangan teknologi militer ke arah digital harus bisa bertahan hingga 50 tahun. Indonesia juga harus mampu memahami dan menguasai teknologi otomatisasi, sensor, yang mengarah pada pengindraan jarak jauh.
"Serta teknologi IT seperti 5G, komputasi quantum yang mengarah pada sistem senjata yang otonom, serta pertahanan siber," papar dia.
Jokowi sadar pengembangan teknologi militer serba digital bukan pekerjaan mudah. Presiden meminta BUMN di industri pertahanan menggandeng perusahaan swasta dari luar negeri.
Jokowi juga meminta jajarannya membenahi industri strategis pertahanan, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan pengadaan alutsista. Program pengadaan alutsista harus betul-betul dapat memperkuat industri pertahan.
Jokowi mengatakan fokus utama pembenahan yakni ekosistem industri petahanan baik fasilitas pembiayaan bagi BUMN maupun klaster industri pertahanan. Ketersambungan dengan industri komponen juga perlu dibenahi.
Kepala Negara juga menekankan pentingnya reformasi supply chain dan pengembangan industri lokal. Ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor.
"Juga berkaitan dengan penguatan efisiensi, pembenahan manajemen, tata kelola," papar dia.
Proses pengembangan alutsista juga bukan hanya untuk kepentingan militer dan alat-alat pertahanan. Tetapi buat menghasilkan produk kepentingan nonmiliter, hingga mendorong lebih banyak pesanan order dari dalam negeri.
"Saya juga perlu menyampaikan terkait belanja pertahanan dalam APBN kita Rp127 triliun agar diarahkan ke industri pertahanan kita, minimal paling tidak 15 tahun industri strategis pertahanan kita harus memiliki order atau pesanannya," jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Pemerintah juga perlu memperluas pasar ekspor produk-produk BUMN industri pertahanan. "Yang ini saya lihat, beberapa sudah dilakukan baik PT PAL, PT Pindad maupun PT DI (Dirgantara Indonesia). Ini sebuah lompatan yang kita memerlukan pasar yang lebih besar lagi," tegas dia.
Surabaya: Presiden Joko Widodo meminta jajarannya mengembangkan
alat utama sistem senjata (alutsista) ke arah teknologi militer serba digital. Ia meyakini industri pertahanan Indonesia mampu melakukan itu.
"Saya minta agar pengembangan alutsista kita mampu menyerap dan mengadopsi pengembangan teknologi militer terkini, yang serba digital," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait Kebijakan Pengembangan Alutsista di Hanggar Fasilitas Produksi Kapal Selam, PT PAL, Surabaya, Jawa Timur, Senin, 27 Januari 2020.
Ia menyebut pengembangan teknologi militer ke arah digital harus bisa bertahan hingga 50 tahun. Indonesia juga harus mampu memahami dan menguasai teknologi otomatisasi, sensor, yang mengarah pada pengindraan jarak jauh.
"Serta teknologi IT seperti 5G, komputasi quantum yang mengarah pada sistem senjata yang otonom, serta pertahanan siber," papar dia.
Jokowi sadar pengembangan teknologi militer serba digital bukan pekerjaan mudah. Presiden meminta BUMN di industri pertahanan menggandeng perusahaan swasta dari luar negeri.
Jokowi juga meminta jajarannya membenahi industri strategis pertahanan, terutama yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan pengadaan alutsista. Program pengadaan alutsista harus betul-betul dapat memperkuat industri pertahan.
Jokowi mengatakan fokus utama pembenahan yakni ekosistem industri petahanan baik fasilitas pembiayaan bagi BUMN maupun klaster industri pertahanan. Ketersambungan dengan industri komponen juga perlu dibenahi.
Kepala Negara juga menekankan pentingnya reformasi
supply chain dan pengembangan industri lokal. Ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor.
"Juga berkaitan dengan penguatan efisiensi, pembenahan manajemen, tata kelola," papar dia.
Proses pengembangan alutsista juga bukan hanya untuk kepentingan militer dan alat-alat pertahanan. Tetapi buat menghasilkan produk kepentingan nonmiliter, hingga mendorong lebih
banyak pesanan order dari dalam negeri.
"Saya juga perlu menyampaikan terkait belanja pertahanan dalam APBN kita Rp127 triliun agar diarahkan ke industri pertahanan kita, minimal paling tidak 15 tahun industri strategis pertahanan kita harus memiliki order atau pesanannya," jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Pemerintah juga perlu memperluas pasar ekspor produk-produk BUMN industri pertahanan. "Yang ini saya lihat, beberapa sudah dilakukan baik PT PAL, PT Pindad maupun PT DI (Dirgantara Indonesia). Ini sebuah lompatan yang kita memerlukan pasar yang lebih besar lagi," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)