medcom.id, Jakarta: Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, ditetapkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai tersangka. Dahlan diduga melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau koorporasi dan merugikan keuangan negara.
Lantas, bagaimana kasus bermula? Kasus ini merupakan kasus lama, terjadi sekitar tahun 2011-2013. Saat itu, PT PLN tengah membangun 21 gardu induk (GI) pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Proyek digulirkan saat Dahlan Iskan menjabat Direktur Utama. Namun, Dahlan hanya sebentar mengampu proyek ini. Sebab, dia kemudian diangkat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Dari keseluruhan GI tersebut, hanya lima GI selesai, tiga tidak dikerjakan dan 13 gardu bermasalah. Lima proyek yang rampung ialah GI New Wlingi, Fajar Surya Extention, Surabaya Selatan, Mantang, dan Tanjung. Sedangkan 13 proyek mangkrak ialah GI Malimping, Asahimas Baru, Cilegon Baru, Pelabuhan Ratu Baru, Porong Baru, Kedinding, Labuan, Taliwang, Jati Luhur Baru, Jati Rangon II, Cimanggis II, Kadipaten, dan New Sanur
Pembangunan ini dilakukan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013. Ketiga gardu yang tak dikerjakan adalah GI Jatinangor II, Jatiluhur Baru, dan Cimanggis II. Bahkan, tiga proyek ini tak tuntas hingga tenggat pengerjaan selesai.
Gardu Induk--MI/Panca
Usut punya usut, ada permainan dari Yusuf yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di PLN dengan Ferdinand Rambing Dien selaku Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri (PT HYM). PT Hyfemerrindo menjadi penyedia barang dan jasa proyek.
Yusuf dan Ferdinand berkongsi membuat berita acara serah terima pengerjaan. Serah terima itu melibatkan Manajer Pelaksana Konstruksi PLN di Jawa Barat, Jakarta dan Baten. Manajer tersebut menandatangani berita penyerahterimaan proyek, yaitu pekerjaan sudah diterima. Kenyataannya mereka tidak pernah melakukan penerimaan barang.
Dari sinilah, Kejaksaan Tinggi DKI mengendus ada ketidakberesan dalam pengerjaan proyek. Apalagi, temuan dari hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta mencatat ada kerugian negara sebesar Rp 33,2 miliar.
Penelusuran tim penyelidik dan penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta akhirnya mengendus pola permainan ini. Penyidik yang sudah menetapkan 15 tersangka sebelumnya, kemudian memanggil Dahlan Iskan. Dari kemarin, dalam dua hari berturut-turut Dahlan diperiksa maraton. Setelah Dahlan diperiksa, penyidik menggelar perkara. Rupanya, dua alat bukti tercukupi buat menetapkan Dahlan.
Jumat 5 Juni, hari ini, lelaki yang kerap disapa DI tersandung masalah korupsi. Dia dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dahlan menanti salat Jumat di masjid Kejati DKI.MTVN/Yogi Bayu Aji
medcom.id, Jakarta: Dahlan Iskan, mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, ditetapkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai tersangka. Dahlan diduga melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau koorporasi dan merugikan keuangan negara.
Lantas, bagaimana kasus bermula? Kasus ini merupakan kasus lama, terjadi sekitar tahun 2011-2013. Saat itu, PT PLN tengah membangun 21 gardu induk (GI) pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Proyek digulirkan saat Dahlan Iskan menjabat Direktur Utama. Namun, Dahlan hanya sebentar mengampu proyek ini. Sebab, dia kemudian diangkat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Dari keseluruhan GI tersebut, hanya lima GI selesai, tiga tidak dikerjakan dan
13 gardu bermasalah. Lima proyek yang rampung ialah GI New Wlingi, Fajar Surya Extention, Surabaya Selatan, Mantang, dan Tanjung. Sedangkan 13 proyek mangkrak ialah GI Malimping, Asahimas Baru, Cilegon Baru, Pelabuhan Ratu Baru, Porong Baru, Kedinding, Labuan, Taliwang, Jati Luhur Baru, Jati Rangon II, Cimanggis II, Kadipaten, dan New Sanur
Pembangunan ini dilakukan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013. Ketiga gardu yang tak dikerjakan adalah GI Jatinangor II, Jatiluhur Baru, dan Cimanggis II. Bahkan, tiga proyek ini tak tuntas hingga tenggat pengerjaan selesai.
Gardu Induk--MI/Panca
Usut punya usut, ada permainan dari Yusuf yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di PLN dengan Ferdinand Rambing Dien selaku Direktur PT Hyfemerrindo Yakin Mandiri (PT HYM). PT Hyfemerrindo menjadi penyedia barang dan jasa proyek.
Yusuf dan Ferdinand berkongsi membuat berita acara serah terima pengerjaan. Serah terima itu melibatkan Manajer Pelaksana Konstruksi PLN di Jawa Barat, Jakarta dan Baten. Manajer tersebut menandatangani berita penyerahterimaan proyek, yaitu pekerjaan sudah diterima. Kenyataannya mereka tidak pernah melakukan penerimaan barang.
Dari sinilah, Kejaksaan Tinggi DKI mengendus ada ketidakberesan dalam pengerjaan proyek. Apalagi, temuan dari hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta mencatat ada kerugian negara sebesar Rp 33,2 miliar.
Penelusuran tim penyelidik dan penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta akhirnya mengendus pola permainan ini. Penyidik yang sudah menetapkan 15 tersangka sebelumnya, kemudian memanggil Dahlan Iskan. Dari kemarin, dalam dua hari berturut-turut Dahlan diperiksa maraton. Setelah Dahlan diperiksa, penyidik menggelar perkara. Rupanya, dua alat bukti tercukupi buat menetapkan Dahlan.
Jumat 5 Juni, hari ini, lelaki yang kerap disapa DI tersandung masalah korupsi. Dia dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dahlan menanti salat Jumat di masjid Kejati DKI.MTVN/Yogi Bayu Aji Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)