medcom.id, Jakarta: Polemik pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri belum mereda, meskipun Presiden Jokowi telah mengeluarkan keputusan presiden terkait penundaan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pengabaian presiden terhadap pelibatan KPK dan PPATK dalam menelusuri jejak rekening Budi Gunawan memunculkan isu akan adanya kapolri 'pesanan' dalam pemerintahan Jokowi-JK.
Juru bicara Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsudin, meminta PDIP bantu presiden dalam menanggapi isu miring tersebut. Tugas PDIP, kata dia, tidak hanya meyakinkan presiden pilihannya memilih Budi Gunawan memang tepat.
"Seperti kita katakan, data (Budi Gunawan) ini sudah ada sejak Oktober 2014. Kenapa tetap nekat meneruskan? Seharusnya PDIP menjawab persoalan ini, apakah punya data lain yang digunakan?" katanya dalam dialog mingguan di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (18/1/2015).
Menurut dia, pemerintah juga harus bisa menjelaskan ke parlemen tidak melibatkan KPK dan PPATK. Tidak seperti pemilihan menteri Kabinet Kerja, di mana Jokowi menetapkan standar ganda. Sangat penting, lanjutnya, untuk memeriksakan calon pejabat publik ke KPK dan PPATK.
"Penjelasan ini disampaikan untuk menepis dugaan apakah ada calon 'pesanan' yang memang bisa mulus tanpa pemeriksaan KPK dan PPATK," katanya.
medcom.id, Jakarta: Polemik pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri belum mereda, meskipun Presiden Jokowi telah mengeluarkan keputusan presiden terkait penundaan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pengabaian presiden terhadap pelibatan KPK dan PPATK dalam menelusuri jejak rekening Budi Gunawan memunculkan isu akan adanya kapolri 'pesanan' dalam pemerintahan Jokowi-JK.
Juru bicara Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsudin, meminta PDIP bantu presiden dalam menanggapi isu miring tersebut. Tugas PDIP, kata dia, tidak hanya meyakinkan presiden pilihannya memilih Budi Gunawan memang tepat.
"Seperti kita katakan, data (Budi Gunawan) ini sudah ada sejak Oktober 2014. Kenapa tetap nekat meneruskan? Seharusnya PDIP menjawab persoalan ini, apakah punya data lain yang digunakan?" katanya dalam dialog mingguan di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (18/1/2015).
Menurut dia, pemerintah juga harus bisa menjelaskan ke parlemen tidak melibatkan KPK dan PPATK. Tidak seperti pemilihan menteri Kabinet Kerja, di mana Jokowi menetapkan standar ganda. Sangat penting, lanjutnya, untuk memeriksakan calon pejabat publik ke KPK dan PPATK.
"Penjelasan ini disampaikan untuk menepis dugaan apakah ada calon 'pesanan' yang memang bisa mulus tanpa pemeriksaan KPK dan PPATK," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(BOB)