medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung menarget Freddy Budiman, gembong narkotika, untuk segera dieksekusi mati. Jaksa Agung M. Prasetyo mengungkapkan pihaknya mendorong eksekusi Freddy agar dilakukan secepatnya.
"Freddy termasuk target kami. Kami akan desak itu," tegas Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
Freddy, kata Prasetyo, selama ini selalu memanfaatkan hukum untuk menunda eksekusi. Freddy pernah mengatakan akan mengambil jalur peninjauan kembali (PK).
Niat Freddy itu harus segera diperjelas. Prasetyo menegaskan pihaknya tak bisa menunggu terlalu lama. "Sudah harus ada ketegasan untuk batas waktu. Harus segera dipastikan kapan dia ajukan PK," ujar dia.
Jaksa Agung M. Prasetyo. Foto: MI/Adam Dwi
Menurut Prasetyo, eksekusi mati jilid III akan dilakukan untuk terpidana mati kasus narkoba. Langkah ini diambil untuk menunjukkan Indonesia benar-benar memerangi narkoba.
Sayangnya, Kejaksaan Agung belum bisa memastikan berapa jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi, pun kapan waktunya. Persiapan sudah dilakukan, hanya persoalan menetapkan waktu dan jumlah terpidana yang akan dieksekusi.
Eksekusi terhadap Mary Jane Veloso, warga negara Filipina, juga belum jelas. Mary Jane yang seharusnya dieksekusi April tahun lalu, batal karena ada seorang perempuan bernama Maria Kristina yang mengaku memperdagangkan Mary Jane. Mary Jane pun dipanggil pengadilan Filipina untuk dijadikan saksi.
Saat itu, pemerintah hanya mengeksekusi delapan terpidana mati, yaitu Martin Anderson asal Nigeria, Raheem Agbaje asal Spanyol, Rodrigo Gularte asal Brasil, Sylvester Obiekwe Nwolise asal Nigeria, Okwudili Oyatanze asal Nigeria, dan Zainal Abidin asal Indonesia. Dua sisanya ialah warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Freddy Budiman adalah terpidana mati narkoba. Dia ditangkap pada 2012 karena kepemilikan 1 juta pil ekstasi. Lalu, pada Juni 2013 atau saat proses persidangan kasusnya, Freddy ketahuan membangun pabrik ekstasi di LP Narkotika Cipinang.
April, 2015, aparat menangkap sindikat narkotika di Lapas Cipinang. Dari sana, terungkap Freddy mengendalikan peredaran narkotika dari lapas di Nusakambangan. Karena kelakuannya itu, Freddy masuk sel isolasi di Lapas Gunung Sindur Bogor. Pemindahannya ke Lapas Nusakambangan diyakini terkait dengan eksekusi matinya.
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung menarget Freddy Budiman, gembong narkotika, untuk segera dieksekusi mati. Jaksa Agung M. Prasetyo mengungkapkan pihaknya mendorong eksekusi Freddy agar dilakukan secepatnya.
"Freddy termasuk target kami. Kami akan desak itu," tegas Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2016).
Freddy, kata Prasetyo, selama ini selalu memanfaatkan hukum untuk menunda eksekusi. Freddy pernah mengatakan akan mengambil jalur peninjauan kembali (PK).
Niat Freddy itu harus segera diperjelas. Prasetyo menegaskan pihaknya tak bisa menunggu terlalu lama. "Sudah harus ada ketegasan untuk batas waktu. Harus segera dipastikan kapan dia ajukan PK," ujar dia.
Jaksa Agung M. Prasetyo. Foto: MI/Adam Dwi
Menurut Prasetyo, eksekusi mati jilid III akan dilakukan untuk terpidana mati kasus narkoba. Langkah ini diambil untuk menunjukkan Indonesia benar-benar memerangi narkoba.
Sayangnya, Kejaksaan Agung belum bisa memastikan berapa jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi, pun kapan waktunya. Persiapan sudah dilakukan, hanya persoalan menetapkan waktu dan jumlah terpidana yang akan dieksekusi.
Eksekusi terhadap Mary Jane Veloso, warga negara Filipina, juga belum jelas. Mary Jane yang seharusnya dieksekusi April tahun lalu, batal karena ada seorang perempuan bernama Maria Kristina yang mengaku memperdagangkan Mary Jane. Mary Jane pun dipanggil pengadilan Filipina untuk dijadikan saksi.
Saat itu, pemerintah hanya mengeksekusi delapan terpidana mati, yaitu Martin Anderson asal Nigeria, Raheem Agbaje asal Spanyol, Rodrigo Gularte asal Brasil, Sylvester Obiekwe Nwolise asal Nigeria, Okwudili Oyatanze asal Nigeria, dan Zainal Abidin asal Indonesia. Dua sisanya ialah warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Freddy Budiman adalah terpidana mati narkoba. Dia ditangkap pada 2012 karena kepemilikan 1 juta pil ekstasi. Lalu, pada Juni 2013 atau saat proses persidangan kasusnya, Freddy ketahuan membangun pabrik ekstasi di LP Narkotika Cipinang.
April, 2015, aparat menangkap sindikat narkotika di Lapas Cipinang. Dari sana, terungkap Freddy mengendalikan peredaran narkotika dari lapas di Nusakambangan. Karena kelakuannya itu, Freddy masuk sel isolasi di Lapas Gunung Sindur Bogor. Pemindahannya ke Lapas Nusakambangan diyakini terkait dengan eksekusi matinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)