Jakarta: Transparency International Indonesia (TII) memasukkan sextortion atau pemerasan seksual pada Global Corruption Barometer Asia 2020. Menurut data, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan jumlah kasus sextortion tertinggi di Asia.
Sextortion atau sekstorsi diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual. Umumnya hal itu diminta pihak pemeras sebagai imbalan untuk proses layanan publik.
Survei ini melibatkan 20.000 responden di 17 negara asia. Sementara responden dari Indonesia berjumlah 1.000 orang. Ketika dibandingkan dari negara lainnya, kasus di Indonesia berada di posisi puncak dengan jumlah responden 18%.
"Ini berbeda dengan korupsi yang kita kenal dalam konteks hukum. Dari sisi regulasi dan kelembagaan, praktek sektorsi ini kasusnya cukup banyak terjadi tapi belum dikenal dalam lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Sekjen TII Danang Widoyoko, Rabu, 25 Agustus 2021.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani memisalkan praktik sektorsi ini sebagai bentuk pelecehan seksual, seperti sentuhan tangan. Hal ini dilakukan pejabat publik kepada orang yang membutuhkan layanan publik dengan iming-iming penuntasan layanan tersebut.
Beberapa praktik sektorsi di Indonesia pernah mencuat ke permukaan. Di antaranya, kasus mantan hakim Setyabudi Cahyo yang terbukti memeras secara seksual pada tahun 2009.
Menurut Danang, kasus sekstorsi di Indonesia lebih dicatat sebagai pelecehan seksual bukan masuk ke pasal pemerasan dan korupsi. Padahal, fenomena ini telah masuk pada unsur-unsur tindak pidana korupsi.
"Ini merupakan catatan bagi lembaga hukum kita, karena jika pemahaman ini tidak diperbaiki korban tidak akan berani melaporkan permasalahannya," tutur Danang. (Mentari Pusphadini)
Jakarta: Transparency International Indonesia (TII) memasukkan
sextortion atau pemerasan seksual pada Global Corruption Barometer Asia 2020. Menurut data, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan jumlah kasus
sextortion tertinggi di Asia.
Sextortion atau sekstorsi diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual. Umumnya hal itu diminta pihak pemeras sebagai imbalan untuk proses layanan publik.
Survei ini melibatkan 20.000 responden di 17 negara asia. Sementara responden dari Indonesia berjumlah 1.000 orang. Ketika dibandingkan dari negara lainnya, kasus di Indonesia berada di posisi puncak dengan jumlah responden 18%.
"Ini berbeda dengan korupsi yang kita kenal dalam konteks hukum. Dari sisi regulasi dan kelembagaan, praktek sektorsi ini kasusnya cukup banyak terjadi tapi belum dikenal dalam lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Sekjen TII Danang Widoyoko, Rabu, 25 Agustus 2021.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani memisalkan praktik sektorsi ini sebagai bentuk pelecehan seksual, seperti sentuhan tangan. Hal ini dilakukan pejabat publik kepada orang yang membutuhkan layanan publik dengan iming-iming penuntasan layanan tersebut.
Beberapa praktik sektorsi di Indonesia pernah mencuat ke permukaan. Di antaranya, kasus mantan hakim Setyabudi Cahyo yang terbukti memeras secara seksual pada tahun 2009.
Menurut Danang, kasus sekstorsi di Indonesia lebih dicatat sebagai pelecehan seksual bukan masuk ke pasal pemerasan dan korupsi. Padahal, fenomena ini telah masuk pada unsur-unsur tindak pidana korupsi.
"Ini merupakan catatan bagi lembaga hukum kita, karena jika pemahaman ini tidak diperbaiki korban tidak akan berani melaporkan permasalahannya," tutur Danang.
(Mentari Pusphadini) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)