Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers penetapan tersangka Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Minggu, 28 Februari 2021. Foto: KPK
Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers penetapan tersangka Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Minggu, 28 Februari 2021. Foto: KPK

KPK Membidik Orang Lain yang Terlibat Korupsi Tanah di Munjul

Candra Yuri Nuralam • 03 Agustus 2021 06:33
Jakarta: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan kasus dugaan rasuah pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur, belum final. Lembaga Antikorupsi masih membidik beberapa orang lagi yang diduga terlibat kasus tersebut.
 
"Ini masih berjalan. Tentu keterangan saksi yang kami kumpulkan, kelengkapan alat bukti yang sudah disita ini akan menggenapi dan mencukupi apakah ada orang lain yang terlibat apakah menjadi saksi atau tersangka," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 2 Agustus 2021.
 
Firli enggan memerinci orang lain yang sedang dibidik Lembaga Antikorupsi dalam kasus ini. Namun, dia menegaskan tidak segan menetapkan tersangka baru meski orang itu berasal dari lingkungan DPRD maupun Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

"Kami memang akan mendalami terkait semua pihak yang diduga mengetahui, melihat, mengalami tentang proses penyertaan dana dalam Perusahaan Daerah Sarana Jaya, apakah di legislatif atau eksekutif," ujar Firli.
 
Baca: Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Bungkam Usai Ditahan KPK
 
Semua orang yang diduga terlibat bakal diperiksa sebagai saksi terlebih dahulu. Jika sudah ada bukti yang kuat, Lembaga Antikorupsi bakal langsung menetapkan orang itu sebagai tersangka.
 
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka, yakni mantan Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles, Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudy Hartono Iskandar. PT Adonara Propertindo menjadi tersangka korporasi.
 
Kasus ini bermula ketika Perumda Sarana Jaya diberikan proyek mencari lahan di Jakarta untuk dijadikan bank tanah. Perumda Sarana Jaya memilih PT Adonara Propertindo sebagai rekanan untuk mencarikan lahan itu.
 
Setelah kesepakatan rekanan, Yoory dan Anja menyetujui pembelian tanah di Jakarta Timur pada 8 April 2019. Perumda Sarana Jaya lalu menyetorkan pembayaran tanah 50 persen atau sekitar Rp108,8 miliar kepada rekening Anja melalui Bank DKI.
 
Setelah pembayaran pertama, Yoory mengusahakan Perumda Sarana Jaya mengirimkan uang Rp43,5 miliar kepada Anja. Duit itu sisa pembayaran tanah yang disetujui kedua belah pihak.
 
Dari pembelian itu, KPK mendeteksi adanya empat keganjilan yang mengarah ke dugaan korupsi. Pertama, pembelian tanah tidak disertai kajian kelayakan objek. Kedua, pembelian tanah tidak dilengkapi dengan kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan. 
 
Lalu, pembelian tanah tidak sesuai dengan prosedur dan dokumen pembelian tidak disusun dengan tanggal mundur. Terakhir, ada kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya sebelum proses negosiasi.
 
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan