Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut uang di bank garansi dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur dirampas negara. Total ada Rp51,7 miliar di bank garansi.
JPU KPK mengungkap terbitnya bank garansi karena ada surat komitmen Kepala Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I KKP, Habrin Yake. Surat itu ditandatangani seluruh eksportir benur atas permintaan stafsus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi.
"Walaupun Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Ekspor BBL, sehingga kemudian terkumpul uang di bank garansi seluruhnya Rp52.319.542.040," terang salah satu JPU KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Juni 2021.
Jaksa meminta Rp520 juta dari total uang tersebut dikembalikan ke perusahaan eksportir BBL yang belum merealisasikan ekspor. Ketiga perusahaan itu, yakni UD Bali Sukses Mandiri sebesar Rp150 juta, PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri sebesar Rp120 juta, dan PT Hutama Asia Sejahtera sebesar Rp250 juta.
"Bahwa jaminan bank garansi yang telah dibayarkan oleh ketiga perusahaan yang belum merealisasikan ekspor BBL sudah selayaknya untuk dikembalikan kepada perusahaan tersebut," ujar jaksa.
Baca: Jaksa Minta Edhy Prabowo Bayar Uang Pengganti Rp10 Miliar
Sementara itu, Rp51.799.542.040 sebagaimana disetorkan seluruh perusahaan eksportir BBL telah melakukan realisasi ekspor. Jaksa meminta uang itu dirampas untuk negara supaya tidak disalahgunakan.
Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Edhy dinilai terbukti menerima suap Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor BBL. Uang itu diterima Edhy melalui dua mata uang.
Politikus Partai Gerindra itu menerima US$77 ribu melalui Amiril Mukminin dan mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri. Duit itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, Suharjito.
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
Perbuatan Edhy dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa juga menuntut lima anak buah Edhy yang berstatus terdakwa. Mereka dinilai terbukti sebagai pihak penerima dan perantara suap izin ekspor BBL.
Kelimanya yakni staf istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe dituntut empat tahun penjara. Mereka juga didenda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreau Pribadi Misanta dan Safri, serta Amiril Mukminin dituntut empat tahun enam bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menuntut uang di bank garansi dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur dirampas negara. Total ada Rp51,7 miliar di bank garansi.
JPU KPK mengungkap terbitnya bank garansi karena ada surat komitmen Kepala Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I KKP, Habrin Yake. Surat itu ditandatangani seluruh eksportir benur atas permintaan stafsus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi.
"Walaupun Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Ekspor BBL, sehingga kemudian terkumpul uang di bank garansi seluruhnya Rp52.319.542.040," terang salah satu JPU
KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Juni 2021.
Jaksa meminta Rp520 juta dari total uang tersebut dikembalikan ke perusahaan eksportir BBL yang belum merealisasikan ekspor. Ketiga perusahaan itu, yakni UD Bali Sukses Mandiri sebesar Rp150 juta, PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri sebesar Rp120 juta, dan PT Hutama Asia Sejahtera sebesar Rp250 juta.
"Bahwa jaminan bank garansi yang telah dibayarkan oleh ketiga perusahaan yang belum merealisasikan ekspor BBL sudah selayaknya untuk dikembalikan kepada perusahaan tersebut," ujar jaksa.
Baca: Jaksa Minta Edhy Prabowo Bayar Uang Pengganti Rp10 Miliar
Sementara itu, Rp51.799.542.040 sebagaimana disetorkan seluruh perusahaan eksportir BBL telah melakukan realisasi ekspor. Jaksa meminta uang itu dirampas untuk negara supaya tidak disalahgunakan.
Edhy Prabowo dituntut lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Edhy dinilai terbukti menerima suap Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor BBL. Uang itu diterima Edhy melalui dua mata uang.
Politikus Partai Gerindra itu menerima US$77 ribu melalui Amiril Mukminin dan mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri. Duit itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama, Suharjito.
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
Perbuatan Edhy dianggap melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa juga menuntut lima anak buah Edhy yang berstatus terdakwa. Mereka dinilai terbukti sebagai pihak penerima dan perantara suap izin ekspor BBL.
Kelimanya yakni staf istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe dituntut empat tahun penjara. Mereka juga didenda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan.
Mantan staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreau Pribadi Misanta dan Safri, serta Amiril Mukminin dituntut empat tahun enam bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)