Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Tiga orang jadi tersangka dalam kasus itu, yakni Ismail Bolong, RP, dan BP.
"Sampai sejauh ini ya saya baru menerima informasi dari media. Nanti saya cek dulu apakah ini sudah ada SPDP apa tidak," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Desember 2022.
Ketut mengatakan SPDP itu wajib diserahkan Bareskrim Polri ke penuntut umum dalam waktu tiga hari. Khususnya diserahkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum).
"Kalau yang ditangani polda berarti yang menerima SPDP adalah Kejaksaan Tinggi (Kejati). Kita akan cek selanjutnya," ungkap Ketut.
Ketut memastikan akan menyampaikan ke awak media bila sudah menerima SPDP dari Bareskrim Polri. Kini, Korps Adhyaksa masih menunggu penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
Ismail Bolong, RP, dan BP ditetapkan sebagai tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022. Terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021. Penetapan tersangka dilakukan usai gelar perkara pada Jumat, 2 Desember 2022.
Ada tiga tempat kejadian perkara (TKP) dalam laporan tersebut. Ketiganya ialah Terminal Khusus (Tersus) PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kamp. Citra Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Kemudian, lokasi penambangan yang termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara, Kabupaten Kurtanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Lalu, StockRoom atau lokasi penyimpanan batubara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara.
Tersangka BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. Sedangkan, tersangka RP sebagai kuasa direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Ia berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Sementara itu, tersangka Ismail Bolong, mantan anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda itu berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) perusahaan lain. Ismail juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Polisi menyita sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Antara lain 36 dumptruck yang digunakan untuk mengangkut batu bara hasil penambangan ilegal, tiga unit handphone berbagai merk, berikut sim car, tiga buah buku tabungan dari berbagai bank.
Tumpukan batu bara hasil penambangan Ilegal di Tersus dan di Lokasi PKP2B PT Santan Batubara (berada di Kalimantan Timur). Dua ekskavator yang digunakan kegiatan penambangan ilegal, dan dua bundel rekening koran.
Ketiga tersangka telah ditahan. Ketiga tersangka dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian, Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers daring, Kamis, 8 Desember 2022.
Jakarta: Kejaksaan Agung (
Kejagung) belum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus
tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim). Tiga orang jadi tersangka dalam kasus itu, yakni
Ismail Bolong, RP, dan BP.
"Sampai sejauh ini ya saya baru menerima informasi dari media. Nanti saya cek dulu apakah ini sudah ada SPDP apa tidak," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Desember 2022.
Ketut mengatakan SPDP itu wajib diserahkan Bareskrim Polri ke penuntut umum dalam waktu tiga hari. Khususnya diserahkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum).
"Kalau yang ditangani polda berarti yang menerima SPDP adalah Kejaksaan Tinggi (Kejati). Kita akan cek selanjutnya," ungkap Ketut.
Ketut memastikan akan menyampaikan ke awak media bila sudah menerima SPDP dari Bareskrim Polri. Kini, Korps Adhyaksa masih menunggu penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
Ismail Bolong, RP, dan BP ditetapkan sebagai tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022. Terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021. Penetapan tersangka dilakukan usai gelar perkara pada Jumat, 2 Desember 2022.
Ada tiga tempat kejadian perkara (TKP) dalam laporan tersebut. Ketiganya ialah Terminal Khusus (Tersus) PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kamp. Citra Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Kemudian, lokasi penambangan yang termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara, Kabupaten Kurtanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Lalu, StockRoom atau lokasi penyimpanan batubara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara.
Tersangka BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. Sedangkan, tersangka RP sebagai kuasa direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Ia berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Sementara itu, tersangka Ismail Bolong, mantan anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda itu berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) perusahaan lain. Ismail juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Polisi menyita sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Antara lain 36 dumptruck yang digunakan untuk mengangkut batu bara hasil penambangan ilegal, tiga unit handphone berbagai merk, berikut sim car, tiga buah buku tabungan dari berbagai bank.
Tumpukan batu bara hasil penambangan Ilegal di Tersus dan di Lokasi PKP2B PT Santan Batubara (berada di Kalimantan Timur). Dua ekskavator yang digunakan kegiatan penambangan ilegal, dan dua bundel rekening koran.
Ketiga tersangka telah ditahan. Ketiga tersangka dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian, Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers daring, Kamis, 8 Desember 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)