Jakarta: Menteri Keuangan periode 2001-2004 Boediono menyebut Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyarankan utang petambak yang dijamin dua perusahaan milik Sjamsul Nursalim, PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) diperingan. Saat itu, utang petambak yang mencapai Rp3,9 triliun menjadi Rp1,1 triliun.
Boediono bersaksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung. Ia menyebut pada 2004, BPPN sempat melaporkan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) miliki Sjamsul kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
"Pada waktu Maret 2004 kalau enggak salah ada laporan dari BPPN bersama-sama dengan sekretariat KKSK mengenai penyelesaian masalah tiap kasus dari BDNI, dilaporkan kepada KKSK," ungkap Boediono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Juli 2018.
Jaksa kemudian mengonfirmasi soal rapat antara BPPN dan KKSK pada Oktober 2002 yang membahas soal Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) Sjamsul Nursalim. Dalam keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP), Boediono menyebut kewajiban Sjamsul Nursalim membayar utang di muka senilai Rp1 triliun segera setelah menyelesaikan kekurangan Rp428 miliar.
Sjamsul juga diminta segera menyempurnakan pengalihan aset sesuai perjanjian MSAA. Terakhir, BPPN diminta melaporkan rinci penyelesaian utang petambak ke Dipasena.
Mantan Wakil Presiden itu membenarkan keterangannya di BAP. Ia lalu menjelaskan prosedurnya selama itu ialah KKSK menerima laporan dari BPPN mengenai masalah-masalah utang para obligor, termasuk Sjamsul Nursalim. Kemudian ada diskusi dan muncul keputusan.
Saat itu, pada pokoknya petambak memiliki kewajiban penyelesaian utang kepada PT DCD dan PT WM. "Tapi kemudian ada usulan BPPN untuk diperingan beban, saya lupa angkanya berapa tapi tujuannya untuk membantu petambak, karena saya ingat dan sampaikan kalau ini semua sesuai aturan tentu ini suatu yang baik," tutur Boediono.
BDNI merupakan salah satu bank di era 1998 yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup. BPPN menyebut BDNI memiliki utang Rp47,258 triliun per 21 Agustus 1998.
Sedangkan BDNI memiliki aset Rp18,85 triliun, termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim.
Pada 27 April 2000, BPPN memutuskan utang petambak yang dapat ditagih Rp1,34 triliun dan utang yang tidak dapat ditagih Rp3,55 triiun diwajibkan untuk dibayar kepada pemilik atau pemegang saham PT DCD dan PT WM.
Jakarta: Menteri Keuangan periode 2001-2004 Boediono menyebut Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyarankan utang petambak yang dijamin dua perusahaan milik Sjamsul Nursalim, PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) diperingan. Saat itu, utang petambak yang mencapai Rp3,9 triliun menjadi Rp1,1 triliun.
Boediono bersaksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung. Ia menyebut pada 2004, BPPN sempat melaporkan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) miliki Sjamsul kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
"Pada waktu Maret 2004 kalau enggak salah ada laporan dari BPPN bersama-sama dengan sekretariat KKSK mengenai penyelesaian masalah tiap kasus dari BDNI, dilaporkan kepada KKSK," ungkap Boediono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 19 Juli 2018.
Jaksa kemudian mengonfirmasi soal rapat antara BPPN dan KKSK pada Oktober 2002 yang membahas soal Master of Settlement Acquisition Agreement (MSAA) Sjamsul Nursalim. Dalam keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP), Boediono menyebut kewajiban Sjamsul Nursalim membayar utang di muka senilai Rp1 triliun segera setelah menyelesaikan kekurangan Rp428 miliar.
Sjamsul juga diminta segera menyempurnakan pengalihan aset sesuai perjanjian MSAA. Terakhir, BPPN diminta melaporkan rinci penyelesaian utang petambak ke Dipasena.
Mantan Wakil Presiden itu membenarkan keterangannya di BAP. Ia lalu menjelaskan prosedurnya selama itu ialah KKSK menerima laporan dari BPPN mengenai masalah-masalah utang para obligor, termasuk Sjamsul Nursalim. Kemudian ada diskusi dan muncul keputusan.
Saat itu, pada pokoknya petambak memiliki kewajiban penyelesaian utang kepada PT DCD dan PT WM. "Tapi kemudian ada usulan BPPN untuk diperingan beban, saya lupa angkanya berapa tapi tujuannya untuk membantu petambak, karena saya ingat dan sampaikan kalau ini semua sesuai aturan tentu ini suatu yang baik," tutur Boediono.
BDNI merupakan salah satu bank di era 1998 yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup. BPPN menyebut BDNI memiliki utang Rp47,258 triliun per 21 Agustus 1998.
Sedangkan BDNI memiliki aset Rp18,85 triliun, termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim.
Pada 27 April 2000, BPPN memutuskan utang petambak yang dapat ditagih Rp1,34 triliun dan utang yang tidak dapat ditagih Rp3,55 triiun diwajibkan untuk dibayar kepada pemilik atau pemegang saham PT DCD dan PT WM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)