medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting melihat vonis perkara penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mencetak sejarah baru. Negara yang beragama justru sedang berhadapan langsung dengan agama.
"Dari sudut pandang hukum bahwasannya (isu) agama menjadi jadi salah satu faktor masalah hukum yang cukup besar di negara ini," ujar Jamin dalam Breaking News, Selasa 9 Mei 2017.
Jamin melihat kasus Ahok tergolong unik, Sebab, vonis yang dijatuhkan dapat dipastikan di luar prediksi berbagai pihak. Mulai dari percepatan penetapan tersangka hingga vonis yang berbeda dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Tak pelak hal ini yang kemudian menimbulkan suatu goncangan. Terlebih kasus ini berdampak pada penyelenggaraan pilkada DKI Jakarta tempo hari.
"Makanya saya melihat kasus ini unik dan menjadi histori bagi negara kita," kata Jamin.
Jamin awalnya memprediksi bahwa kasus Ahok hanya akan terjadi untuk pertama dan terakhir kalinya. Namun dengan vonis hakim yang di luar prediksi, bisa jadi perkara Ahok menjadi bahan rujukan sebagai batu loncatan untuk kasus-kasus berikutnya.
Karena itu Jamin meminta negara hadir untuk memberikan koreksi tentang apa yang dimaksud dengan penistaan agama.
Dalam arti, pemerintah memiliki PNPS nomor 1 tahun 1965 tentang dugaan penodaan agama yang harus diberi teguran dan peringatan secara tertulis dahulu sebelum menempuh proses hukum lebih lanjut hingga tahap persidangan.
"PNPS kan sudah jelas mengatakan kalau orang melakukan penistaan agama sebelum berhadapan kasus hukum di tingkat pengadilan dia harus terlebih dulu mendapatkan teguran dan peringatan. Karena ini perbuatan hukum formil," katanya.
Jamin menduga, dalam kasus Ahok, permintaan pertimbangan dengan PNPS itu sudah diajukan dalam bentuk eksepsi. Sayangnya, majelis hakim menilai hal itu tidak perlu dan dianggap bukan sebagai aturan tertulis sehingga patut diabaikan.
Sementara dalam asas hukum, putusan pidana yang diucapkan hakim adalah putusan tertinggi dan tidak bisa dibantah. Namun, ketika putusan itu masih di level pengadilan tingkat pertama, masih ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh oleh Ahok dan tim kuasa hukumnya.
"Sepanjang belum ada putusan lain yang membatalkan putusan itu, yang saat ini kita anggap benar. Kita menilai ada perbedaan pendapat tentang hukum pidana yang selama ini kita pelajari dan lihat," jelas Jamin.
medcom.id, Jakarta: Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting melihat vonis perkara penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mencetak sejarah baru. Negara yang beragama justru sedang berhadapan langsung dengan agama.
"Dari sudut pandang hukum bahwasannya (isu) agama menjadi jadi salah satu faktor masalah hukum yang cukup besar di negara ini," ujar Jamin dalam Breaking News, Selasa 9 Mei 2017.
Jamin melihat kasus Ahok tergolong unik, Sebab, vonis yang dijatuhkan dapat dipastikan di luar prediksi berbagai pihak. Mulai dari percepatan penetapan tersangka hingga vonis yang berbeda dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Tak pelak hal ini yang kemudian menimbulkan suatu goncangan. Terlebih kasus ini berdampak pada penyelenggaraan pilkada DKI Jakarta tempo hari.
"Makanya saya melihat kasus ini unik dan menjadi histori bagi negara kita," kata Jamin.
Jamin awalnya memprediksi bahwa kasus Ahok hanya akan terjadi untuk pertama dan terakhir kalinya. Namun dengan vonis hakim yang di luar prediksi, bisa jadi perkara Ahok menjadi bahan rujukan sebagai batu loncatan untuk kasus-kasus berikutnya.
Karena itu Jamin meminta negara hadir untuk memberikan koreksi tentang apa yang dimaksud dengan penistaan agama.
Dalam arti, pemerintah memiliki PNPS nomor 1 tahun 1965 tentang dugaan penodaan agama yang harus diberi teguran dan peringatan secara tertulis dahulu sebelum menempuh proses hukum lebih lanjut hingga tahap persidangan.
"PNPS kan sudah jelas mengatakan kalau orang melakukan penistaan agama sebelum berhadapan kasus hukum di tingkat pengadilan dia harus terlebih dulu mendapatkan teguran dan peringatan. Karena ini perbuatan hukum formil," katanya.
Jamin menduga, dalam kasus Ahok, permintaan pertimbangan dengan PNPS itu sudah diajukan dalam bentuk eksepsi. Sayangnya, majelis hakim menilai hal itu tidak perlu dan dianggap bukan sebagai aturan tertulis sehingga patut diabaikan.
Sementara dalam asas hukum, putusan pidana yang diucapkan hakim adalah putusan tertinggi dan tidak bisa dibantah. Namun, ketika putusan itu masih di level pengadilan tingkat pertama, masih ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh oleh Ahok dan tim kuasa hukumnya.
"Sepanjang belum ada putusan lain yang membatalkan putusan itu, yang saat ini kita anggap benar. Kita menilai ada perbedaan pendapat tentang hukum pidana yang selama ini kita pelajari dan lihat," jelas Jamin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)