Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut total uang hasil korupsi yang dilakukan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari (RIW) mencapai Rp436 Miliar. Uang itu berasal dari gratifikasi sejumlah proyek di Kukar yang melibatkan Komisaris PT. Media Bangun Bersama, Khairudin (KHR)
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Rita dan Khairudin diduga kuat telah menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Gratifikasi didapat dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama Rita menjabat sebagai Bupati Kukar sejak 2010.
"Diduga RIW dan KHR menguasai hasil tindak pidana korupsi dengan nilai sekitar Rp436 miliar," kata Laode di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Januari 2018.
Laode mengatakan, jumlah ini kemungkinan bertambah. Sebab, KPK masih mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kedua tersangka.
Sejauh ini, kata Laode, Rita dan Khairudin diketahui telah menyamarkan uang hasil korupsi dengan beragam bentuk. KPK juga mendapati keduanya telah membelanjakan hasil gratifikasi yang didapat dengan menyamarkannya atas nama orang lain.
"Berupa kendaraan yang telah diatasnamakan orang lain, tanah, uang tunai, dan dalam bentuk lainnya atas nama orang lain," katanya.
Laode membeberkan, sejauh ini KPK telah menyita beberapa aset, yakni tiga unit mobil merek Toyota Velfire, Ford Everest, dan Land Cruiser. Ada juga dua unit apartemen di Balikpapan yang disita lembaga antikorupsi.
"Penyidik juga menyita dokumen berkaitan catatan transaksi keuangan atas indikasi penerimaan gratifikasi, dan perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek di Kukar," beber Laode.
Baca: KPK Segera Miskinkan Bupati Kukar
Dalam kasus dugaan tindak pencucian uang ini, KPK menjerat Rita dan Khairudin dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/9K5RQdBN" allowfullscreen></iframe>
TPPU menjadi kasus ketiga yang menjerat Rita. Sementara, bagi Khairudin ini merupakan kasus yang kedua.
Sebelumnya, KPK telah menjerat Rita dan Khairudin dalam kasus gratifikasi. Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi Rp7 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara. Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin dijerat Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain kasus Gratifikasi dan TPPU, Rita juga dijerat dalam kasus suap. Rita bersama Direktur PT Sawir Golden Prima (SGP) Hery Susanto Gun (HSG) jadi tersangka suap pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Muara Kaman. Dalam kasus itu, Rita diduga telah menerima suap dari Susanto.
Rita selaku penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, HSG selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/eN4x6QwN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut total uang hasil korupsi yang dilakukan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari (RIW) mencapai Rp436 Miliar. Uang itu berasal dari gratifikasi sejumlah proyek di Kukar yang melibatkan Komisaris PT. Media Bangun Bersama, Khairudin (KHR)
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Rita dan Khairudin diduga kuat telah menerima gratifikasi dari sejumlah pihak. Gratifikasi didapat dalam bentuk fee proyek, fee perizinan, dan pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama Rita menjabat sebagai Bupati Kukar sejak 2010.
"Diduga RIW dan KHR menguasai hasil tindak pidana korupsi dengan nilai sekitar Rp436 miliar," kata Laode di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Januari 2018.
Laode mengatakan, jumlah ini kemungkinan bertambah. Sebab, KPK masih mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) kedua tersangka.
Sejauh ini, kata Laode, Rita dan Khairudin diketahui telah menyamarkan uang hasil korupsi dengan beragam bentuk. KPK juga mendapati keduanya telah membelanjakan hasil gratifikasi yang didapat dengan menyamarkannya atas nama orang lain.
"Berupa kendaraan yang telah diatasnamakan orang lain, tanah, uang tunai, dan dalam bentuk lainnya atas nama orang lain," katanya.
Laode membeberkan, sejauh ini KPK telah menyita beberapa aset, yakni tiga unit mobil merek Toyota Velfire, Ford Everest, dan Land Cruiser. Ada juga dua unit apartemen di Balikpapan yang disita lembaga antikorupsi.
"Penyidik juga menyita dokumen berkaitan catatan transaksi keuangan atas indikasi penerimaan gratifikasi, dan perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek di Kukar," beber Laode.
Baca: KPK Segera Miskinkan Bupati Kukar
Dalam kasus dugaan tindak pencucian uang ini, KPK menjerat Rita dan Khairudin dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
TPPU menjadi kasus ketiga yang menjerat Rita. Sementara, bagi Khairudin ini merupakan kasus yang kedua.
Sebelumnya, KPK telah menjerat Rita dan Khairudin dalam kasus gratifikasi. Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi Rp7 miliar berkaitan dengan sejumlah proyek di Kutai Kartanegara. Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin dijerat Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain kasus Gratifikasi dan TPPU, Rita juga dijerat dalam kasus suap. Rita bersama Direktur PT Sawir Golden Prima (SGP) Hery Susanto Gun (HSG) jadi tersangka suap pemberian izin lokasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Muara Kaman. Dalam kasus itu, Rita diduga telah menerima suap dari Susanto.
Rita selaku penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, HSG selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)