Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan peralihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak merugikan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, proses peralihan harus sesuai mekanisme yang berlaku.
"Dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun," bunyi pertimbangan MK pada salinan putusan nomor 70/PUU-XVII/2019 dikutip dari laman mkri.id, Rabu, 5 Mei 2021.
Menurut mahkamah, pegawai tanpa status ASN selama ini telah lama mengabdi di KPK. Dedikasinya dalam agenda-agenda pemberantasan korupsi dipastikan tidak dapat diragukan lagi.
Pertimbangan MK itu menanggapi dalil pemohon uji materi UU KPK yang menyebut peralihan pegawai KPK menjadi ASN berpotensi menimbulkan loyalitas ganda serta ketidakpastian hukum. Namun, MK berpandangan mekanisme peralihan justru memberikan kepastian hukum.
Proses peralihan status ASN sejatinya telah diatur dalam sejumlah ketentuan. Terdiri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, Peraturan Pemerintah (PP) 41 Tahun 2020, dan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara.
"Mekanisme pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan kondisi faktual pegawai KPK," tulis putusan tersebut.
Baca: Uji Formal Revisi UU KPK Kandas di MK, Ini Alasannya
Perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Fathul Wahid; Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Abdul Jamil, dan Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Islam Indonesia Eko Riyadi. Kemudian, Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi (PSKE) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Ari Wibowo, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali.
Para pemohon mengajukan gugatan formal dan gugatan materiel terhadap sejumlah pasal dalam UU KPK hasil revisi. Gugatan uji formal digugurkan MK seluruhnya.
Sedangkan, gugatan materiel dikabulkan sebagian. Khususnya, berkaitan dengan izin kerja KPK yang meliputi penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan peralihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak merugikan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK). Namun, proses peralihan harus sesuai mekanisme yang berlaku.
"Dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun," bunyi pertimbangan MK pada salinan putusan nomor 70/PUU-XVII/2019 dikutip dari laman mkri.id, Rabu, 5 Mei 2021.
Menurut mahkamah, pegawai tanpa status
ASN selama ini telah lama mengabdi di KPK. Dedikasinya dalam agenda-agenda pemberantasan korupsi dipastikan tidak dapat diragukan lagi.
Pertimbangan MK itu menanggapi dalil pemohon uji materi UU KPK yang menyebut peralihan pegawai KPK menjadi ASN berpotensi menimbulkan loyalitas ganda serta ketidakpastian hukum. Namun, MK berpandangan mekanisme peralihan justru memberikan kepastian hukum.
Proses peralihan status ASN sejatinya telah diatur dalam sejumlah ketentuan. Terdiri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, Peraturan Pemerintah (PP) 41 Tahun 2020, dan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara.
"Mekanisme pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan kondisi faktual pegawai KPK," tulis putusan tersebut.
Baca: Uji Formal Revisi UU KPK Kandas di MK, Ini Alasannya
Perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Fathul Wahid; Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Abdul Jamil, dan Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Islam Indonesia Eko Riyadi. Kemudian, Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi (PSKE) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Ari Wibowo, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali.
Para pemohon mengajukan gugatan formal dan gugatan materiel terhadap sejumlah pasal dalam UU KPK hasil revisi. Gugatan uji formal digugurkan MK seluruhnya.
Sedangkan, gugatan materiel dikabulkan sebagian. Khususnya, berkaitan dengan izin kerja KPK yang meliputi penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)