Ilustrasi polisi - Metrotvnews.com
Ilustrasi polisi - Metrotvnews.com

Kepolisian Paling Banyak Diadukan di 2016

Achmad Zulfikar Fazli • 30 Desember 2016 14:18
medcom.id, Jakarta: Pengaduan terhadap pelayanan publik oleh penegak hukum mengalami peningkatan pada 2016. Kepolisian menjadi yang paling banyak diadukan sebesar 1.612 laporan.
 
"Laporan layanan publik yang ditujukan kepada institusi kepolisian menempati angka tertinggi dibandingkan lembaga penegak hukum lainnya," kata Anggota Ombusdman RI Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2016).
 
Ninik mengungkapkan, pengaduan yang paling banyak diterima terkait pelayanan publik di kepolisian yakni, masalah diskriminasi pelayanan, keberpihakan dan penundaan berlarut atau polisi lama dalam menidaklanjuti beberapa laporan kasus.

"Yang paling banyak adalah (terjadi) di Kepolisian Resor (Polres)," tambah dia.
 
Selain kepolisian, Ombudsman juga menerima pengaduan terkait permasalahan yang terjadi di lembaga peradilan dan kejaksaan. Pengaduan yang diterima terkait lembaga peradilan sebanyak 392 laporan. Sedangkan, pengaduan terkait Kejaksaan sebesar 106 laporan.
 
Ninik menjelaskan, objek pengaduan di bidang peradilan yakni, pelayanan publik pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
 
Menurut Ninik, lembaga peradilan selama ini belum memiliki jadwal yang baik dalam menentukan waktu sidang. Pasalnya, undangan yang diberikan selama ini selalu jam 08.00 WIB, tapi pada kenyataannya sidang baru berlangsung sore hari, sekira pukul 15.00 WIB.
 
"Pengadilan belum memiliki konsep jadwal sidang yang baik. Ini mempengaruhi kenyamanan terutama saksi," ujar Rahayu.
 
Pengaduan terkait kejaksaan paling banyak terjadi pada pelayanan publik di Kejaksaan Negeri hingga pelayanan publik oleh Jaksa Agung.
 
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menyoroti soal penanganan kasus tilang yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Menurut dia, penanganan kasus tilang masih menggunakan proses kuno yang kurang efektif dengan memberikan form merah, biru dan disidangkan.
 
Padahal, ia menilai sidang tilang tidak kondusif. Antrean panjang pun tak terhindarkan pada saat proses sidang. Menurut dia, penegak hukum minimal seharusnya menerapkan e-tilang atau tilang elektronik yang bisa lebih efektif.
 
"Sidang tidak usah lagi," tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan