medcom.id, Jakarta: Maraknya kasus suap yang melibatkan panitera pengadilan disebut bukan barang baru. Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari menilai keterlibatan panitera dalam kasus suap di pengadilan cukup banyak.
Menurut Aidul , dalam pengadilan, kerap ditemukan kasus panitera yang menjadi calo. Modus panitera biasanya mengaku bisa menjadi perantara ke hakim kepada pihak yang berpekara. Oknum panitera memanfaatkan celah orang berpekara dari pihak-pihak para pencari keadilan yang berusaha menghalalkan segala cara.
"Bisa jadi mereka menggunakan panitera untuk bisa memengaruhi hakim. Padahal, belum tentu (uang suap) sampai ke hakim," kata Aidul di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 1 Juli.
Aidul menilai, ada kesalahan manajemen yang dilakukan pengadilan. Pengadilan Negeri dianggap masih lemah dalam hal pengawasan kepada aparatnya.
Untuk menekan angka keterlibatan perangkat peradilan yang terlibat kasus suap, Ia menyarankan pengadilan negeri memperkuat manajemen internal masing-masing. Kemudian, para pencari keadilan juga harus harus mencoba tidak memanfaatkan aparat.
"Kesalahan juga ada di masyarakat, banyak yang bermain," tutur dia.
Sementara itu, Aidul melihat keterlibatan hakim masih minim dalam kasus semacam itu. Namun, tak dapat dipungkiri juga, banyak panitera dan supir yang memanfaatkan nama hakim.
Aidul juga merasa ada yang perlu diperbaiki dari sistem pembinaan panitera terkait penangkapan M. Santoso, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh KPK. Sebab, dari sisi pengamanan, PN Jakarta Pusat sudah tergolong baik.
"Saya sudah masuk ke ruangan S, sebetulnya pengamanan bagus, jadi heran kenapa bisa bocor juga," ucap dia.
Santoso ditangkap KPK saat tengah menerima uang dari Raoul Adhitya Wiranatakusumah, pengacara dari kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant yang dikirimkan oleh Ahmad Yani, staf Raoul. Mereka diduga terlibat suap terkait penanganan perkara perdata di PN Jakpus.
Saat mengamankan Santoso, KPK diketahui menemukan SGD28 ribu yang dikemas dalam dua amplop coklat. Fulus itu berasal dari Raoul yang diantarkan Ahmad Yani untuk Santoso.
Duit diduga sebagai suap untuk memenangkan perkara perdata PT Kapuas Tunggal Persada yang digugat PT Mitra Maju Sukses. Kemarin, majelis hakim PN Jakpus baru memenangkan PT KTP yang dibela Raoul.
Sampai saat ini, lembaga anti-rasywah juga masih terus mendalami dugaan adanya keterlibatan hakim dalam perkara ini. Penyidik KPK juga menelusuri lebih jauh Sumber dana suap sejumlah SGD28.000 yang diberikan kepada Santoso.
medcom.id, Jakarta: Maraknya kasus suap yang melibatkan panitera pengadilan disebut bukan barang baru. Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari menilai keterlibatan panitera dalam kasus suap di pengadilan cukup banyak.
Menurut Aidul , dalam pengadilan, kerap ditemukan kasus panitera yang menjadi calo. Modus panitera biasanya mengaku bisa menjadi perantara ke hakim kepada pihak yang berpekara. Oknum panitera memanfaatkan celah orang berpekara dari pihak-pihak para pencari keadilan yang berusaha menghalalkan segala cara.
"Bisa jadi mereka menggunakan panitera untuk bisa memengaruhi hakim. Padahal, belum tentu (uang suap) sampai ke hakim," kata Aidul di Mabes Polri, Jakarta, Jumat 1 Juli.
Aidul menilai, ada kesalahan manajemen yang dilakukan pengadilan. Pengadilan Negeri dianggap masih lemah dalam hal pengawasan kepada aparatnya.
Untuk menekan angka keterlibatan perangkat peradilan yang terlibat kasus suap, Ia menyarankan pengadilan negeri memperkuat manajemen internal masing-masing. Kemudian, para pencari keadilan juga harus harus mencoba tidak memanfaatkan aparat.
"Kesalahan juga ada di masyarakat, banyak yang bermain," tutur dia.
Sementara itu, Aidul melihat keterlibatan hakim masih minim dalam kasus semacam itu. Namun, tak dapat dipungkiri juga, banyak panitera dan supir yang memanfaatkan nama hakim.
Aidul juga merasa ada yang perlu diperbaiki dari sistem pembinaan panitera terkait penangkapan M. Santoso, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh KPK. Sebab, dari sisi pengamanan, PN Jakarta Pusat sudah tergolong baik.
"Saya sudah masuk ke ruangan S, sebetulnya pengamanan bagus, jadi heran kenapa bisa bocor juga," ucap dia.
Santoso ditangkap KPK saat tengah menerima uang dari Raoul Adhitya Wiranatakusumah, pengacara dari kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant yang dikirimkan oleh Ahmad Yani, staf Raoul. Mereka diduga terlibat suap terkait penanganan perkara perdata di PN Jakpus.
Saat mengamankan Santoso, KPK diketahui menemukan SGD28 ribu yang dikemas dalam dua amplop coklat. Fulus itu berasal dari Raoul yang diantarkan Ahmad Yani untuk Santoso.
Duit diduga sebagai suap untuk memenangkan perkara perdata PT Kapuas Tunggal Persada yang digugat PT Mitra Maju Sukses. Kemarin, majelis hakim PN Jakpus baru memenangkan PT KTP yang dibela Raoul.
Sampai saat ini, lembaga anti-rasywah juga masih terus mendalami dugaan adanya keterlibatan hakim dalam perkara ini. Penyidik KPK juga menelusuri lebih jauh Sumber dana suap sejumlah SGD28.000 yang diberikan kepada Santoso.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)