medcom.id, Jakarta: Sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin kembali digelar hari ini, Kamis (1/9/2016). Sidang nanti bakal jadi kesempatan terakhir bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) buat menguatkan dakwaannya terhadap Jessica Kumala Wongso.
Pada sidang Rabu 31 Agustus, JPU memastikan bakal menghadirkan dua ahli untuk bersaksi di sidang ke-17 kasus Mirna. Kedua ahli itu adalah Kriminolog Universitas Indonesia Professor Ronny Nitibaskara, dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Profesor Sarlito Wirawan.
Nama Ronny Nitibaskara, hampir belum pernah muncul semenjak kasus Mirna bergulir. Tapi yang jelas, rekam jejak Ronny sebagai kriminolog, tak bisa diragukan. Menurut informasi yang dihimpun Metrotvnews.com, Ronny merupakan seorang guru besar Universitas Indonesia yang memiliki keahlian di bidang Antropologi.
Banyak karya ilmiah yang dihasilkan oleh Ronny. Beberapa hasil karyanya yang diunggulkan adalah "Etnografi Kejahatan di Indonesia", "Catatan Kriminalitas", dan "Judicial Crime".
Ronny Nitibaskara juga pernah diminta Polri membantu mengungkap kasus pembunuhan bocah berumur delapan tahun, Engeline, di Bali. Kasus itu juga sempat menyedot perhatian publik, baik dalam maupun luar negeri.
Kapolri yang ketika itu masih dijabat Jenderal Badrodin Haiti, meminta secara langsung pada Ronny buat membantu ungkap kasus Engeline. Ronny pun terbang ke Bali sekitar awal bulan Juni lalu.
Menurut Badrodin kala itu, Ronny diminta menelisik kejujuran tersangka pembunuhan Engeline, Agustay. Selain menggunakan lie detector, kata Baadrodin, kejujuran tersangka pembunuh Engeline juga dapat dideteksi melalui keilmuwan psikoantropologi. Penjelasan Ronny diperlukan untuk meyakinkan penyidik, lantaran keterangan tersangka yang sering berubah-ubah saat itu.
Sementara, nama Sarlito di kasus Mirna sudah tidak asing di telinga. Sebelum diminta JPU sebagai saksi ahli, Sarlito diketahui juga pernah dimintai keterangannya oleh polisi saat masa penyidikan kasus Mirna.
Sarlito kedapatan awak media pertama kali menyambangi Mapolda Metro Jaya pada Kamis 28 Januari. Ketika itu Sarlito mengaku diundang untuk melakukan gelar perkara dengan polisi. Sehari setelahnya, polisi mantap menetapkan Jessica sebagai tersangka. Status tersangka Jessica disematkan pada Jumat malam 29 Januari. Sabtu pagi 30 Januari, polisi mencokok Jessica di Hotel Neo Mangga Besar, Jakarta Utara.
Sarlito kembali dipanggil penyidik Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Maret. Saat itu penyidik mengundang Sarlito untuk bersama melakukan gelar perkara kasus Mirna. Ketika itu, gelar perkara dilakukan setelah Kejaksaan Tinggi DKI pertama kali mengembalikan berkas perkara kasus Mirna karena dinilai belum lengkap.
"Kalau menurut saya sudah cukup, tetapi kalau Kejati bilang kurang, ya kurang menurut mereka. Menurut saya, cukup," kata Sarlito, Senin 7 Maret.
Sampai jelang sidang ke-17, seluruh saksi yang sudah dihadirkan 'seragam' mengaku tak melihat Jessica memasukkan apapun ke dalam gelas kopi Mirna. Termasuk, Hanie Juwita Boon, orang yang dianggap saksi kunci karena ikut ngopi bareng Mirna dan Jessica.
Belasan pegawai Kafe Olivier juga sudah dihadirkan JPU. Termasuk Barista peracik kopi Mirna bernama Rangga Dwi Saputra, juga pelayan kafe, Agus Triyono. Mereka juga 'seragam' mengaku tak melihat Jessica yang menaruh sianida di kopi Mirna.
Wayan Mirna meregang nyawa setelah menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016. Kopi yang diseruput anak sulung Edi Darmawan Salihin dari pernikahannya dengan Ni Ketut Sianti itu dipesan oleh Jessica.
Jessica ditetapkan menjadi terdakwa tunggal kasus kematian Mirna. Teman kuliah Mirna di Australia itu diyakini sebagai penabur sianida ke dalam kopi Mirna. Jaksa mendakwa Jessica dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Jessica kini terancam hukuman mati.
medcom.id, Jakarta: Sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin kembali digelar hari ini, Kamis (1/9/2016). Sidang nanti bakal jadi kesempatan terakhir bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) buat menguatkan dakwaannya terhadap Jessica Kumala Wongso.
Pada sidang Rabu 31 Agustus, JPU memastikan bakal menghadirkan dua ahli untuk bersaksi di sidang ke-17 kasus Mirna. Kedua ahli itu adalah Kriminolog Universitas Indonesia Professor Ronny Nitibaskara, dan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Profesor Sarlito Wirawan.
Nama Ronny Nitibaskara, hampir belum pernah muncul semenjak kasus Mirna bergulir. Tapi yang jelas, rekam jejak Ronny sebagai kriminolog, tak bisa diragukan. Menurut informasi yang dihimpun
Metrotvnews.com, Ronny merupakan seorang guru besar Universitas Indonesia yang memiliki keahlian di bidang Antropologi.
Banyak karya ilmiah yang dihasilkan oleh Ronny. Beberapa hasil karyanya yang diunggulkan adalah "Etnografi Kejahatan di Indonesia", "Catatan Kriminalitas", dan "Judicial Crime".
Ronny Nitibaskara juga pernah diminta Polri membantu mengungkap kasus pembunuhan bocah berumur delapan tahun, Engeline, di Bali. Kasus itu juga sempat menyedot perhatian publik, baik dalam maupun luar negeri.
Kapolri yang ketika itu masih dijabat Jenderal Badrodin Haiti, meminta secara langsung pada Ronny buat membantu ungkap kasus Engeline. Ronny pun terbang ke Bali sekitar awal bulan Juni lalu.
Menurut Badrodin kala itu, Ronny diminta menelisik kejujuran tersangka pembunuhan Engeline, Agustay. Selain menggunakan lie detector, kata Baadrodin, kejujuran tersangka pembunuh Engeline juga dapat dideteksi melalui keilmuwan psikoantropologi. Penjelasan Ronny diperlukan untuk meyakinkan penyidik, lantaran keterangan tersangka yang sering berubah-ubah saat itu.
Sementara, nama Sarlito di kasus Mirna sudah tidak asing di telinga. Sebelum diminta JPU sebagai saksi ahli, Sarlito diketahui juga pernah dimintai keterangannya oleh polisi saat masa penyidikan kasus Mirna.
Sarlito kedapatan awak media pertama kali menyambangi Mapolda Metro Jaya pada Kamis 28 Januari. Ketika itu Sarlito mengaku diundang untuk melakukan gelar perkara dengan polisi. Sehari setelahnya, polisi mantap menetapkan Jessica sebagai tersangka. Status tersangka Jessica disematkan pada Jumat malam 29 Januari. Sabtu pagi 30 Januari, polisi mencokok Jessica di Hotel Neo Mangga Besar, Jakarta Utara.
Sarlito kembali dipanggil penyidik Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Maret. Saat itu penyidik mengundang Sarlito untuk bersama melakukan gelar perkara kasus Mirna. Ketika itu, gelar perkara dilakukan setelah Kejaksaan Tinggi DKI pertama kali mengembalikan berkas perkara kasus Mirna karena dinilai belum lengkap.
"Kalau menurut saya sudah cukup, tetapi kalau Kejati bilang kurang, ya kurang menurut mereka. Menurut saya, cukup," kata Sarlito, Senin 7 Maret.
Sampai jelang sidang ke-17, seluruh saksi yang sudah dihadirkan 'seragam' mengaku tak melihat Jessica memasukkan apapun ke dalam gelas kopi Mirna. Termasuk, Hanie Juwita Boon, orang yang dianggap saksi kunci karena ikut ngopi bareng Mirna dan Jessica.
Belasan pegawai Kafe Olivier juga sudah dihadirkan JPU. Termasuk Barista peracik kopi Mirna bernama Rangga Dwi Saputra, juga pelayan kafe, Agus Triyono. Mereka juga 'seragam' mengaku tak melihat Jessica yang menaruh sianida di kopi Mirna.
Wayan Mirna meregang nyawa setelah menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Rabu 6 Januari 2016. Kopi yang diseruput anak sulung Edi Darmawan Salihin dari pernikahannya dengan Ni Ketut Sianti itu dipesan oleh Jessica.
Jessica ditetapkan menjadi terdakwa tunggal kasus kematian Mirna. Teman kuliah Mirna di Australia itu diyakini sebagai penabur sianida ke dalam kopi Mirna. Jaksa mendakwa Jessica dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Jessica kini terancam hukuman mati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ALB)