Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta untuk tidak tunduk dengan desakan permintaan pengadaan Peraturan Pemerintan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberanrasan Korupsi (KPK). Desakan seperti itu dinilai salah kaprah.
"Adanya usulan dan desakan agar presiden mengeluarkan perppu terhadap revisi undang-undang KPK dinilai salah kaprah," kata Pengamat politik dan hukum dari Wain Advisory Indonesia Sulthan seperti dikutip dari Antara, di Jakarta, Sabtu 28 September 2019.
Sulthan mengatakan memang pembuatan perppu adalah hak legislasi yang dimiliki oleh presiden tanpa harus libatkan DPR. Namun, pengadaan perppu tidak bisa dilakukan atas dasar desakan.
"Ada kriteria agar perppu dapat dikeluarkan, yaitu perppu bisa dilakukan jika dalam keadaan darurat serta adanya kegiatan yang memaksa, terjadi kekosongan hukum, dan atau ada undang-undang tapi tidak cukup untuk mengatur kondisi yang sedang berjalan," kata Sulthan.
Dia juga mengatakan bahwa pengadaan perppu tidak bisa dilakukan karena adanya gejolak yang terjadi pada suatu negara. Setidaknya, presiden harus mempunyai alasan yang kuat untuk mengadakan perppu.
Dia menilai untuk saat ini belum ada alasan yang cukup untuk mengadakan perppu untuk RUU KPK. Menurutnya, jika memang RUU KPK bermasalah, masyarakat bisa mengajukan uji banding ke Mahkamah Konsitusi (MK) ketimbang menuntuk pembuatan perppu.
"Oleh karena itu, saya tidak melihat keharusan sama sekali bagi presiden untuk mengeluarkan perppu. Konstitusi kita telah mengatur tentang mekanisme jika sebuah regulasi dianggap bermasalah. Ada legislatif, ada eksekutif, juga ada judical review," ujar Suthan.
Dia meminta masyarakat untuk tidak berburuk sangka terhadap RUU KPK. Dia lebih ingin RUU ini dijalankan terlebih dahulu ketimbang berkomentar.
"Beginilah idealnya cara kita dalam bernegara. Negara tidak boleh terjebak pada penggiringan opini bahwa undang-undang KPK adalah bentuk pelemahan, dicoba dahulu KPK berjalan dengan undang-undang baru itu, lalu disimpulkan. Tolong jangan suudzon berlebihan," tegasnya.
Pemaksaan pengeluaran perppu pun bisa menjadi kebiasaan negatif ke depannya. Bisa jadi, ke depan akan ada permintaan desakan perppu lain jika ada revisi undang-undang lain.
"Akhir-akhir ini justru aksi tersebut mulai berubah subtansi menjadi solidarity karena sikap represif dalam penanganan massa aksi. Saya mendorong presiden agar jernih dalam melihat permasalahan," ucap Sultan.
Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta untuk tidak tunduk dengan desakan permintaan pengadaan Peraturan Pemerintan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberanrasan Korupsi (KPK). Desakan seperti itu dinilai salah kaprah.
"Adanya usulan dan desakan agar presiden mengeluarkan perppu terhadap revisi undang-undang KPK dinilai salah kaprah," kata Pengamat politik dan hukum dari Wain Advisory Indonesia Sulthan seperti dikutip dari
Antara, di Jakarta, Sabtu 28 September 2019.
Sulthan mengatakan memang pembuatan perppu adalah hak legislasi yang dimiliki oleh presiden tanpa harus libatkan DPR. Namun, pengadaan perppu tidak bisa dilakukan atas dasar desakan.
"Ada kriteria agar perppu dapat dikeluarkan, yaitu perppu bisa dilakukan jika dalam keadaan darurat serta adanya kegiatan yang memaksa, terjadi kekosongan hukum, dan atau ada undang-undang tapi tidak cukup untuk mengatur kondisi yang sedang berjalan," kata Sulthan.
Dia juga mengatakan bahwa pengadaan perppu tidak bisa dilakukan karena adanya gejolak yang terjadi pada suatu negara. Setidaknya, presiden harus mempunyai alasan yang kuat untuk mengadakan perppu.
Dia menilai untuk saat ini belum ada alasan yang cukup untuk mengadakan perppu untuk RUU KPK. Menurutnya, jika memang RUU KPK bermasalah, masyarakat bisa mengajukan uji banding ke Mahkamah Konsitusi (MK) ketimbang menuntuk pembuatan perppu.
"Oleh karena itu, saya tidak melihat keharusan sama sekali bagi presiden untuk mengeluarkan perppu. Konstitusi kita telah mengatur tentang mekanisme jika sebuah regulasi dianggap bermasalah. Ada legislatif, ada eksekutif, juga ada judical review," ujar Suthan.
Dia meminta masyarakat untuk tidak berburuk sangka terhadap RUU KPK. Dia lebih ingin RUU ini dijalankan terlebih dahulu ketimbang berkomentar.
"Beginilah idealnya cara kita dalam bernegara. Negara tidak boleh terjebak pada penggiringan opini bahwa undang-undang KPK adalah bentuk pelemahan, dicoba dahulu KPK berjalan dengan undang-undang baru itu, lalu disimpulkan. Tolong jangan suudzon berlebihan," tegasnya.
Pemaksaan pengeluaran perppu pun bisa menjadi kebiasaan negatif ke depannya. Bisa jadi, ke depan akan ada permintaan desakan perppu lain jika ada revisi undang-undang lain.
"Akhir-akhir ini justru aksi tersebut mulai berubah subtansi menjadi solidarity karena sikap represif dalam penanganan massa aksi. Saya mendorong presiden agar jernih dalam melihat permasalahan," ucap Sultan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(BOW)