Jakarta: Ahli Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Koentjahjo Pamboedi bersaksi dalam sidang tekait dugaan rasuah pembangunan Tol Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ). Dalam kesaksiannya, dia menyampaikan proyek pembangunan tol MBZ bukan hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab.
“Jadi jalan tol MBZ ini bukan proyek hibah, boleh saya katakan hanya tukar nama karena nama Presiden Jokowi di Emirat sana digunakan sebagai nama jalan, dan saat itu untuk tol Japek II Elevated belum ada namanya sehingga diberi nama Mohammed Bin Zayed atau MBZ," ungkap Koentjahjo dalam sidang lanjutan dikutip dari Antara, Rabu, 12 Juni 2024.
Terkait pendanaan, Koentjahjo menjelaskan dana pembangunannya berasal dari para pemegang sahamnya dan dari pinjaman bank. Dalam hal ini, yakni PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC).
"Setelah dinyatakan menang lelang diberikan hak konsesi selama 45 tahun mengelola kemudian dikembalikan kepada pemerintah. Karena aset memang milik Pemerintah, hanya saja Badan Usaha yang mengelola," kata Koentjahjo.
Sementara itu Ahli Keuangan Negara Dian Simatupang dalam keterangannya menyampaikan tidak ada kerugian negara dalam proses pengerjaan proyek MBZ tersebut. PT JJC disebut mengerjakan proyek sesuai ketentuan undang-undang.
"Pihak pengelola, dalam hal ini PT JJC, tunduk di bawah undang-undang perseroan. Terlebih lagi tidak ada fasilitas negara yang digunakan, jadi tidak ada kerugian negara dalam hal ini,” ungkap Dian.
Di sisi lain, ahli Krisna Mochtar menjawab petanyaan hakim terkait perubahan penggunaan material konstruksi dari yang awalnya beton menjadi baja. Menurut Krisna, perubahan tersebut merupakan hal wajar dan tidak ada hal yang dilanggar, karena perencanaan awal atau basic design masih bersifat kasar.
"Menurut saya hal tersebut merupakan hal wajar dan tidak melanggar apapun, karena basic design masih bersifat kasar, apalagi selama proses ada pertimbangan lain seperti soal efisiensi waktu pengerjaan proyeknya. Saya pribadi melihatnya semua sudah sesuai prosedur,” kata Krisna.
Dalam kesempatan yang sama, Ahli Struktur Beton Mudji Irawan turut menambahkan bahwa penggunaan material beton menjadi baja tentunya memiliki alasan tersendiri. Menurut dia, penggunaan baja disebut lebih baeik ketimbang beton.
"Penggunaan baja lebih baik dibandingkan dengan menggunakan beton karena beberapa pertimbangan, selain baja dan beton kekuatannya sama, baja penyelesaian lebih cepat, dan membutuhkan ruang yg lebih efisien sehingga tetap dapat melayani operasional jalan tol eksisting di bawahnya, serta sudah dilakukan pengujiannya melalui loading test,” tutur Mudji.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat terdakwa dalam kasus ini yaitu; eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
Jakarta: Ahli Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Koentjahjo Pamboedi bersaksi dalam sidang tekait dugaan rasuah pembangunan
Tol Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ). Dalam kesaksiannya, dia menyampaikan proyek pembangunan tol MBZ bukan hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab.
“Jadi jalan tol MBZ ini bukan proyek hibah, boleh saya katakan hanya tukar nama karena nama Presiden Jokowi di Emirat sana digunakan sebagai nama jalan, dan saat itu untuk
tol Japek II Elevated belum ada namanya sehingga diberi nama Mohammed Bin Zayed atau MBZ," ungkap Koentjahjo dalam sidang lanjutan dikutip dari
Antara, Rabu, 12 Juni 2024.
Terkait pendanaan, Koentjahjo menjelaskan dana pembangunannya berasal dari para pemegang sahamnya dan dari pinjaman bank. Dalam hal ini, yakni PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC).
"Setelah dinyatakan menang lelang diberikan hak konsesi selama 45 tahun mengelola kemudian dikembalikan kepada pemerintah. Karena aset memang milik Pemerintah, hanya saja Badan Usaha yang mengelola," kata Koentjahjo.
Sementara itu Ahli Keuangan Negara Dian Simatupang dalam keterangannya menyampaikan tidak ada kerugian negara dalam proses pengerjaan proyek MBZ tersebut. PT JJC disebut mengerjakan proyek sesuai ketentuan undang-undang.
"Pihak pengelola, dalam hal ini PT JJC, tunduk di bawah undang-undang perseroan. Terlebih lagi tidak ada fasilitas negara yang digunakan, jadi tidak ada kerugian negara dalam hal ini,” ungkap Dian.
Di sisi lain, ahli Krisna Mochtar menjawab petanyaan hakim terkait perubahan penggunaan material konstruksi dari yang awalnya beton menjadi baja. Menurut Krisna, perubahan tersebut merupakan hal wajar dan tidak ada hal yang dilanggar, karena perencanaan awal atau basic design masih bersifat kasar.
"Menurut saya hal tersebut merupakan hal wajar dan tidak melanggar apapun, karena basic design masih bersifat kasar, apalagi selama proses ada pertimbangan lain seperti soal efisiensi waktu pengerjaan proyeknya. Saya pribadi melihatnya semua sudah sesuai prosedur,” kata Krisna.
Dalam kesempatan yang sama, Ahli Struktur Beton Mudji Irawan turut menambahkan bahwa penggunaan material beton menjadi baja tentunya memiliki alasan tersendiri. Menurut dia, penggunaan baja disebut lebih baeik ketimbang beton.
"Penggunaan baja lebih baik dibandingkan dengan menggunakan beton karena beberapa pertimbangan, selain baja dan beton kekuatannya sama, baja penyelesaian lebih cepat, dan membutuhkan ruang yg lebih efisien sehingga tetap dapat melayani operasional jalan tol eksisting di bawahnya, serta sudah dilakukan pengujiannya melalui loading test,” tutur Mudji.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat terdakwa dalam kasus ini yaitu; eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)