Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) mendapatkan informasi keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Komnas HAM telah berkoordinasi dengan POM TNI AD dan Polda Sumatra Utara perihal dugaan keterlibatan tersebut.
"Temuan soal keterlibatan oknum anggota TNI dan Polri, kami mengetahui jumlah, nama termasuk pangkat terdapat tindakan kekerasan, penyiksaan dan merendahkan martabat. Sekarang dilakukan pendalaman hukum atas permintaan Komnas HAM," ujar Ketua Tim Pemantauan dan Penyidikan M. Choirul Anam, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 2 Maret 2022.
Mengenai dugaan ketelibatan oknum tersebut dalam tindak kekerasan terhadap penghuni kerangkeng, Aman mengatakan, informasi yang didapatkan Komnas HAM menyimpulkan demikian. Tetapi, Komnas HAM menyerahkan hasil temuan itu pada Polisi Militer TNI AD.
"Biarkan teman-teman penegak hukum lain POM TNI melakukan pemeriksaan. Kalau memang terbukti diperlukan tindakan penegakan hukum," tutur dia.
Baca: Polda Sumut Periksa Bupati Nonaktif Langkat Terkait Kerangkeng Manusia
Anggota Komnas HAM Bekka Ulung Hapsara mengatakan dari hasil penyelidikan, Komnas HAM memberikan rekomendasi pada beberapa lembaga khususnya Polda Sumatra Utara untuk
melakukan penegakan hukum pidana bagi pihak yang terlibat. Pasalnya, temuan Komnas HAM menyimpulkan yang terjadi di kerangkeng manusia itu bukan hanya pelanggaran dan kekerasan terhadap manusia saja, tetapi sebagai perbudakan modern.
"Melakukan pemeriksaan pada anggota yang terlibat dan memberi sanksi jika terbukti. Kami mendorong pada Polda Sumatra Utara melakukan proses yang direkomendasikan oleh Komnas secara terbuka dan akuntabel," jelas dia.
Pada TNI dan Polri, Komnas HAM merekomendasikan ada proses hukum pada oknum TNI dan Polri yang terlibat. Pihaknya juga meminta tidak ada lagi anggota yang terlibat dalam kegiatan yang melahirkan kekerasan.
Baca: Keluarga Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin Mangkir Panggilan Polda Sumut
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut keberadaan kerangkeng manusia berlangsung sejak 2010. Namun, tidak ada koreksi terhadap hal itu.
Dia menduga Terbit Rencana Perangin Angin mengendalikan kekuatan politik lokal, termasuk organisasi masyarakat setempat. Sehingga, ada pembiaran praktik mempekerjakan orang tanpa izin dan upah dengan dalih pembinaan pecandu narkotika.
Kerangkeng manusia di rumah bupati nonaktif Langkat ditemukan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan Terbit Rencana Perangin Angin atas kasus dugaan suap. Kerangka itu disebut untuk melakukan pembinaan pada pecandu nakotika yang kemudian dipekerjakan di kebun dan pabrik sawit milik Terbit Rencana Perangin Angin.
Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) mendapatkan informasi keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam kasus
kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Komnas HAM telah berkoordinasi dengan POM TNI AD dan Polda Sumatra Utara perihal dugaan keterlibatan tersebut.
"Temuan soal keterlibatan oknum anggota TNI dan Polri, kami mengetahui jumlah, nama termasuk pangkat terdapat tindakan kekerasan, penyiksaan dan merendahkan martabat. Sekarang dilakukan pendalaman hukum atas permintaan Komnas HAM," ujar Ketua Tim Pemantauan dan Penyidikan M. Choirul Anam, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 2 Maret 2022.
Mengenai dugaan ketelibatan oknum tersebut dalam tindak kekerasan terhadap penghuni kerangkeng, Aman mengatakan, informasi yang didapatkan Komnas HAM menyimpulkan demikian. Tetapi, Komnas HAM menyerahkan hasil temuan itu pada Polisi Militer TNI AD.
"Biarkan teman-teman penegak hukum lain POM TNI melakukan pemeriksaan. Kalau memang terbukti diperlukan tindakan penegakan hukum," tutur dia.
Baca:
Polda Sumut Periksa Bupati Nonaktif Langkat Terkait Kerangkeng Manusia
Anggota Komnas HAM Bekka Ulung Hapsara mengatakan dari hasil penyelidikan, Komnas HAM memberikan rekomendasi pada beberapa lembaga khususnya Polda Sumatra Utara untuk
melakukan penegakan hukum pidana bagi pihak yang terlibat. Pasalnya, temuan Komnas HAM menyimpulkan yang terjadi di kerangkeng manusia itu bukan hanya pelanggaran dan kekerasan terhadap manusia saja, tetapi sebagai perbudakan modern.
"Melakukan pemeriksaan pada anggota yang terlibat dan memberi sanksi jika terbukti. Kami mendorong pada Polda Sumatra Utara melakukan proses yang direkomendasikan oleh Komnas secara terbuka dan akuntabel," jelas dia.
Pada TNI dan Polri, Komnas HAM merekomendasikan ada proses hukum pada oknum TNI dan Polri yang terlibat. Pihaknya juga meminta tidak ada lagi anggota yang terlibat dalam kegiatan yang melahirkan kekerasan.
Baca:
Keluarga Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin Mangkir Panggilan Polda Sumut
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut keberadaan kerangkeng manusia berlangsung sejak 2010. Namun, tidak ada koreksi terhadap hal itu.
Dia menduga Terbit Rencana Perangin Angin mengendalikan kekuatan politik lokal, termasuk organisasi masyarakat setempat. Sehingga, ada pembiaran praktik mempekerjakan orang tanpa izin dan upah dengan dalih pembinaan pecandu narkotika.
Kerangkeng manusia di rumah bupati nonaktif Langkat ditemukan saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan Terbit Rencana Perangin Angin atas kasus dugaan suap. Kerangka itu disebut untuk melakukan pembinaan pada pecandu nakotika yang kemudian dipekerjakan di kebun dan pabrik sawit milik Terbit Rencana Perangin Angin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)