Sidang kasus suap dana PEN. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Sidang kasus suap dana PEN. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Jaksa: Eks Dirjen Kemendagri Berbelit-belit Saat Persidangan

Fachri Audhia Hafiez • 15 September 2022 16:03
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan pertimbangan menuntut mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto selama delapan tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Menurut jaksa, Ardian berbelit-belit menyampaikan keterangan saat persidangan.
 
"Berbelit-belit sehingga mempersulit proses pembuktian," kata salah satu JPU KPK saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 15 September 2022.
 
Selain itu, perbuatan rasuah Ardian Noervianto tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Perbuatannya menerima suap terkait persetujuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur merusak kepercayaan masyarakat.

Kendati demikian, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang meringankan tuntutan. Ardian dinilai sopan selama persidangan, punya tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
 
"Lalu, terdakwa merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang telah mengabdi minimal selama 20 tahun," ujar jaksa.
 
Jaksa juga mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan tuntutan terdakwa lainnya mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar. Dia dituntut lima tahun enam bulan penjara serta denda pidana sebesar Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.
 
"Hal memberatkan tidak mendukung program pemerintah dalam pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujar jaksa.
 

Baca: Terima Suap Dana PEN, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 8 Tahun Bui


Sedangkan, hal-hal yang meringankan, yakni punya tanggungan keluarga, sopan dalam persidangan, dan belum pernah dihukum. Menurut jaksa, Laode juga merupakan ASN yang telah mengabdi minimal 20 tahun.
 
Jaksa menilai mereka terbukti menerima suap bersama-sama Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke total Rp2,4 miliar. Uang itu dimaksudkan untuk melancarkan pengurusan dana PEN 2021 Pemkab Kolaka Timur.
 
Ardian dinilai terbukti menerima SGD131.000. Sedangkan, Laode menerima Rp175 juta.
 
Total pinjaman dana PEN yang diajukan Pemkab Koltim sebesar Rp350 miliar yang sudah disepakati oleh Bupati nonaktif Koltim Andi Merya Nur. Namun, Pemkab Koltim hanya menerima persetujuan sebesar Rp151 miliar.
 
Uang suap itu diberikan Andi Merya Nur dan pengusaha LM Rusdianto Emba. Dalam perkara ini, Laode berperan meminta alamat dan nomor telepon ajudan Ardian untuk diberikan ke Andi agar pengurusan dana PEN Kolaka Timur makin lancar.
 
Usai diberikan uang suap itu, Ardian langsung memberikan pertimbangan kepada menteri dalam negeri agar usulan dana PEN Pemkab Kolaka Timur disetujui. Pertimbangan dari Kemendagri merupakan syarat agar pengajuan dana PEN disetujui.
 
Ardian dan Laode dituntut melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan