medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerjunkan beberapa penyelidik ke Sumatera Utara. Mereka akan meminta keterangan puluhan anggota DPRD Sumatera Utara untuk mengendus dugaan suap dalam pembatalan interpelasi Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
"Dalam upaya pengumpulan bahan keterangan, memang benar ada sejumlah anggota DPRD yang dimintai keterangan," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2015).
Johan enggan memberikan detail pemeriksaan terhadap wakil rakyat di Tanah Sumut. Namun, dia memastikan tak sampai 70 legislator yang tengah diperiksa KPK. "Kurang dari 70, lebih dari lima," papar dia.
Menurut dia, hingga saat ini, kasus pembatalan interpelasi Gatot masih dalam tahap Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket). KPK masih mencari apakah ada dugaan tindak pidana dalam pembatalan tersebut.
"Dalam rangka menyelidiki apakah dalam kaitan dengan interpelasi terjadi dugaan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) atau tidak," jelas dia.
Mantan Juru Bicara KPK itu belum bisa menegaskan ada tidaknya tindak pidana dalam interpelasi ini. Dia hanya bisa menjawab bila sudah ada bukti.
"Apakah benar dan ada bukti-bukti yang cukup dan bisa disimpulkan terjadi Tipikor atau tidak," jelas dia.
Dugaan adanya penyelidikan baru kasus ini muncul dengan kehadiran Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah di Gedung KPK, Senin 7 September 2015. Padahal, nama dia tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan penyidikan perkara di KPK.
Politikus Golkar itu enggan mengakui kedatangannya ke lembaga antikorupsi untuk diminta keterangan. Dia mengaku diundang KPK hanya untuk mengobrol.
Namun, dia tidak menampik salah satu hal yang dibahas mengenai hak interpelasi DPRD terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. "(Bahas) macam-macam," kata Ajib, Senin pekan lalu.
KPK memang tengah mengembangkan kasus terkait Gubernur Gatot dengan membuka penyelidikan baru. Penyelidikan itu terkait hak interpelasi yang diajukan DPRD terhadap Gatot namun akhirnya batal dilaksanakan.
Pada 13 Agustus, lembaga antikorupsi menggeledah kantor DPRD Sumut dalam kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan. Dari sana, KPK menyita dokumen interpelasi terhadap Gubernur Gatot, daftar hadir dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.
Arus penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot mengencang pada Maret lalu. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6.000.
Hak interpelasi ini terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Provinsi Sumut 2013. Lalu hal ini berkaitan dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri No. 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014.
Namun, pada rapat paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu orang abstain.
Ajib membantah bila hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas, batal digunakan karena ada bagi-bagi uang ke anggota DPRD. Pembatalan interpelasi, kata dia, adalah putusan bersama para wakil rakyat.
"Bagi-bagi apa? Itu kan hak masing-masing anggota. Kalau bicara interpelasi, hak masing-masing anggota. Boleh gunakan haknya boleh enggak," jelas Ajib.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerjunkan beberapa penyelidik ke Sumatera Utara. Mereka akan meminta keterangan puluhan anggota DPRD Sumatera Utara untuk mengendus dugaan suap dalam pembatalan interpelasi Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
"Dalam upaya pengumpulan bahan keterangan, memang benar ada sejumlah anggota DPRD yang dimintai keterangan," kata Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (14/9/2015).
Johan enggan memberikan detail pemeriksaan terhadap wakil rakyat di Tanah Sumut. Namun, dia memastikan tak sampai 70 legislator yang tengah diperiksa KPK. "Kurang dari 70, lebih dari lima," papar dia.
Menurut dia, hingga saat ini, kasus pembatalan interpelasi Gatot masih dalam tahap Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket). KPK masih mencari apakah ada dugaan tindak pidana dalam pembatalan tersebut.
"Dalam rangka menyelidiki apakah dalam kaitan dengan interpelasi terjadi dugaan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) atau tidak," jelas dia.
Mantan Juru Bicara KPK itu belum bisa menegaskan ada tidaknya tindak pidana dalam interpelasi ini. Dia hanya bisa menjawab bila sudah ada bukti.
"Apakah benar dan ada bukti-bukti yang cukup dan bisa disimpulkan terjadi Tipikor atau tidak," jelas dia.
Dugaan adanya penyelidikan baru kasus ini muncul dengan kehadiran Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah di Gedung KPK, Senin 7 September 2015. Padahal, nama dia tidak tercantum dalam jadwal pemeriksaan penyidikan perkara di KPK.
Politikus Golkar itu enggan mengakui kedatangannya ke lembaga antikorupsi untuk diminta keterangan. Dia mengaku diundang KPK hanya untuk mengobrol.
Namun, dia tidak menampik salah satu hal yang dibahas mengenai hak interpelasi DPRD terhadap Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. "(Bahas) macam-macam," kata Ajib, Senin pekan lalu.
KPK memang tengah mengembangkan kasus terkait Gubernur Gatot dengan membuka penyelidikan baru. Penyelidikan itu terkait hak interpelasi yang diajukan DPRD terhadap Gatot namun akhirnya batal dilaksanakan.
Pada 13 Agustus, lembaga antikorupsi menggeledah kantor DPRD Sumut dalam kasus dugaan suap hakim dan panitera PTUN Medan. Dari sana, KPK menyita dokumen interpelasi terhadap Gubernur Gatot, daftar hadir dan risalah persidangan yang dilaksanakan DPRD Sumut.
Arus penggunaan hak interpelasi terhadap Gubernur Gatot mengencang pada Maret lalu. Sebanyak 57 dari 100 anggota DPRD Sumut membubuhkan tanda tangan untuk mengajukan hak interpelasi di atas kertas bermaterai Rp6.000.
Hak interpelasi ini terkait hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Provinsi Sumut 2013. Lalu hal ini berkaitan dugaan pelanggaran terhadap Kepmendagri No. 900-3673 tahun 2014 tentang Evaluasi Ranperda Provinsi Sumut tentang P-APBD 2014 dan Rancangan Pergub tentang Penjabaran P-APBD 2014 tanggal 16 September 2014.
Namun, pada rapat paripurna 20 April, DPRD menyepakati hak interpelasi batal digunakan. Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, 35 orang menyatakan persetujuan, dan satu orang abstain.
Ajib membantah bila hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas, batal digunakan karena ada bagi-bagi uang ke anggota DPRD. Pembatalan interpelasi, kata dia, adalah putusan bersama para wakil rakyat.
"Bagi-bagi apa? Itu kan hak masing-masing anggota. Kalau bicara interpelasi, hak masing-masing anggota. Boleh gunakan haknya boleh enggak," jelas Ajib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)